Sunday 7 December 2014

makalah Obesitas AsKep Obesitas



A.    Tinjauan Umum tentang Obesitas
1.      Defenisi obesitas
Dalam bahasa awam obesitas biasa disebut sebagai kegemukan atau berat badan yang berlebih sebagai akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Sejak tahun 1998, WHO (world health organitation) juga telah mendeklarasikan obesitas sebagai epidemik global (Tarwoto,dkk., 2010).
Obesitas ialah kelebihan berat badan akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Setiap orang membutuhkan lemak tubuh untuk menyimpan energi, penyekat panas, penyerap guncangan, dan fungsi – fungsi lainnya. Rata – rata wanita memiliki lemak tubuh untuk yang lebih banyak daripada pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas. Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas. Perhatian tidak hanya ditujukan kepada jumlah lemak yang ditimbun, tetapi juga kepada lokasi penimbunan lemak tubuh (Pieter,dkk., 2011).
Penumpukan lemak hanya terjadi dibagian – bagian tertentu, biasanya di perut atau paha. Berdasarkan distribusi lemak dalam tubuh, obesitas memiliki dua tipe, yaitu tipe android (buah apel) dan tipe gynoid (buah pir).
a.       Tipe Android (Buah Apel)
Tipe obesitas ini umumnya di derita oleh laki-laki. Pada obesitas tipe ini, lemak banyak disimpan dibawah kulit dibanding perutdan di rongga perut. Akhirnya perut menjadi gemuk/buncit dan penderita mempunyai bentuk tubuh seperti buah apel (apple type). Karena lemak banyak berkumpul di rongga perut, obesitas ini disebut juga dengan obesitas sentral.
b.      Tipe Gynoid (Buah Pir)
Obesitas tipe ini paling banyak dialami oleh wanita. Kelebihan lemak pada wanita disimpan di bagian bawah kulit daerah pinggul dan paha, sehingga tubuh berbentuk seperti buah pir (pear type).
Lemak yang menumpuk di rongga perut (obesitas sentral) ternyata lebih berbahaya karena berisiko lebih tinggi terkena penyakit degeneratif dibandingkan dengan lemak yang menumpuk di bagian pinggul dan paha (obesitas tipe pir). Akan tetapi, obesitas sentral (tipe apel) lebih mudah menurunkan dalam berat badan dibandingkan dengan tipe pir (Khasanah, 2012).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh American Journal of Epidemology mengungkapkan bahwa obesitas yang dialami seseorang pada saat remaja berkaitan erat dengan peningkatan resiko kematian di usia paruh baya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa mereka yang mengalami obesitas atau kelebihan berat badan (overweight) saat remaja diketahui 3 – 4 kali lebih berisiko mengalami penyakit jantung yang berujung pada kematian, serta berisiko 2 – 3 kali terhadap penyakit kanker kolon dan penyakit pernafasan seperti asma dan emfisema (Tarwoto,dkk., 2010).
Oleh karena itu pengkajian status gizi selama masa remaja perlu dilakukan. Pada periode ini, kecenderungan risiko terjadinya gangguan gizi sangat tinggi. Salah satu cara sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi pada remaja adalah dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Massa Index (BMI). IMT dapat membantu mengidentifikasi remaja yang secara signifikan berisiko mengalami kelebihan berat badan. Rumus perhitungan IMT sebagai berikut.

Berat Badan (kg)
IMT  =
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
 
2.      Proses terjadinya obesitas
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, mendukung pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik. Untuk mendukung agar fungsi – fungsi tersebut dapat berjalan secara secara optimal, diperlukan keseimbangan energi. Keseimbangan energi ini dapat dicapai bila energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang digunakan. Keadaan ini akan menghasilkan berat badan yang tidak normal atau ideal. Kekurangan maupun kelebihan energi akan mengganggu fungsi tubuh dan menhasilkan berat badan yang tidak normal (Khasanah, 2012).
Proses terjadinya obesitas tidak mutlak hanya disebabkan asupan energi berlebih. Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa penyebab kegemukan dan obesitas bersifat multifaktor, antara lain adanya keterlibatan faktor genetis, gangguan fungsi otak, dan kurang gerak.
a.       Faktor Genetik
Faktor genetik memegang peranan penting bagi terjadinya obesitas. Bukan hal yang mengherankan jika pada orang tua yang mengalami obesitas, maka anak – anak mereka pada generasi selanjutnya akan menjumpai masalah yang sama. American Journal of Clinical Nutrition pernah melakukan penelitian terhadap 5000 pasang anak kembar. Penelitian yang dipublikasikan di awal bulan Februari 2008 di Inggris ini melaporkan bahwa faktor genetik berpengaruh sekitar 75% pada perbedaan garis pinggang dan berat badan seorang anak (Tarwoto,dkk., 2010).
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya didalam sebuah keluarga. Tampaknya, faktor genetis telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh. Hal ini dimungkinkan karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil, unsur sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan. Seorang anak akan berisiko 40%-50% mengalami obesitas apabila salah satu diantara bapak atau ibunya mengalami obesitas. Risikonya meningkat menjadi 70%-80% apabila kedua orang tuanya mengalami obesitas (Khasanah, 2012).
b.      Gangguan pada salah satu bagian otak (gangguan hormon)
Sistem pengontrol yang mengatur perilaku makan terletak pada suatu bagian otak yang disebut hipotalamus. Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan adalah bagian yang menggerakkan nafsu makan(pusat makan) dan bagian yang bertugas menghambat nafsu makan (pusat kenyang). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa bila bagian yang menggerakkan nafsu makan rusak/ hancur, maka orang tersebut akan menolak makan atau minum. Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian yang bertugas menghambat nafsu makan, maka seseorang akan menjadi rakus makan dan menimbulkan obesitas. Orang yang obesitas, biasanya lebih responsif dibanding orang dengan berat badan normal terhadap isyarat lapar, seperti rasa, bau makanan atau saatnya waktu makan. Orang yang gemuk, cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia lapar. Pola makan berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari obesitas (Khasanah, 2012). 

c.       Kurang Gerak
Tingkat aktivitas fisik juga mempengaruhi besarnya penggunaan energi oleh tubuh. Jika dilakukan secara teratur, aktivitas fisik dapat mengurangi penumpukan lemak tubuh, meskipun kegiatan ini hanya mempengaruhi sepertiga dari total pengeluaran energi seseorang. Ketika asupan makanan sangat tinggi tetapi aktivitas fisik kurang maka akan menyebabkan kelebihan kalori (Khasanah, 2012).
Berdasarkan estimasi WHO (2006), faktor obesitas dan kurang aktivitas fisik menyumbangkan 30% risiko terjadinya penyakit kanker. Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih (overweight), dan sekurang-kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015, 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta di antaranya obesitas. Sedangkan Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berusia 15 tahun adalah 19,1%, dengan prevalensi pada laki-laki 13,9%, sedangkan pada perempuan 23,8% serta prevalensi obesitas berdasarkan IMT (10,3%). Sedangkan prevalensi berat badan berlebih anak-anak usia 6-14 tahun pada laki-laki 9,5% dan pada perempuan 6,4%, yang hampir sama dengan estimasi WHO sebesar 10% pada anak usia 5-17 tahun (Depkes, 2007 dalam Grinting, 2011).

3.      Dampak dari Obesitas
Menurut Vivi (2004) dampak obesitas dapat terjadi dalam jangka panjang maupun jangka pendek, misalnya :
a.       Gangguan psikososial, rasa rendah diri, depresif dan menarik diri dari lingkungan. Hal ini karena anak obesitas sering menjadi korban bahan olok-olokan teman main dan teman sekolah. Dapat pula karena ketidakmampuan untuk melaksanakan suatu tugas atau kegiatan terutama olahraga akibat adanya hambatan pergerakan oleh obesitasnya.
b.      Pertumbuhan fisik atau linier yang lebih cepat dan usia tulang yang lebih lanjut dibanding usia biologinya.
c.       Masalah ortopedi akibat beban tubuh yang terlalu berat.
d.      Gangguan pernafasan seperti infeksi saluran nafas, tidur ngorok, sering mengantuk siang hari.
e.       Gangguan endokrin seperti menars lebih cepat terjadi (Grinting, 2011).
4.      Upaya pencegahan obesitas
Obesitas dapat dicegah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a.       Mengganti cemilan makanan tinggi energi, seperti gorengan, kripik, dan makanan ringan lain, dengan jenis makanan yang lebih sehat seperti buah-buahan.
b.      Memperbanyak aktivitas fisik. Aktivitas yang cukup akan mencegah penumpukan simpanan lemak yang berlebih serta membantu membakar simpanan energi dalam jaringan lemak.
c.       Minum air 8 gelas perhari dan kurangi minuman bersoda yang mengandung banyak gula. Mengkonsumsi 4 kaleng soda perminggu bisa membuat berat badan naik 0,5 kg. Sementara air putih membantu melarutkan lemak dalam tubuh.
d.      Menerapkan pola makan dengan gizi seimbang dan memperbanyak konsumsi sayur.
e.       Olahraga secara teratur (Khasanah, 2012).

No comments:

Post a Comment