A. Tinjauan Umum tentang Obesitas
1. Defenisi obesitas
Dalam bahasa awam obesitas biasa disebut sebagai
kegemukan atau berat badan yang berlebih sebagai akibat penimbunan lemak tubuh
yang berlebihan. Sejak tahun 1998, WHO (world
health organitation) juga telah mendeklarasikan obesitas sebagai epidemik
global (Tarwoto,dkk., 2010).
Obesitas ialah kelebihan berat badan akibat
penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Setiap orang membutuhkan lemak tubuh
untuk menyimpan energi, penyekat panas, penyerap guncangan, dan fungsi – fungsi
lainnya. Rata – rata wanita memiliki lemak tubuh untuk yang lebih banyak
daripada pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dan berat badan
adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak
tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap
mengalami obesitas. Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari
nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas.
Perhatian tidak hanya ditujukan kepada jumlah lemak yang ditimbun, tetapi juga
kepada lokasi penimbunan lemak tubuh (Pieter,dkk., 2011).
Penumpukan lemak hanya terjadi dibagian – bagian
tertentu, biasanya di perut atau paha. Berdasarkan distribusi lemak dalam tubuh,
obesitas memiliki dua tipe, yaitu tipe android
(buah apel) dan tipe gynoid (buah
pir).
a. Tipe Android (Buah Apel)
Tipe obesitas ini umumnya di derita oleh
laki-laki. Pada obesitas tipe ini, lemak banyak disimpan dibawah kulit
dibanding perutdan di rongga perut. Akhirnya perut menjadi gemuk/buncit dan
penderita mempunyai bentuk tubuh seperti buah apel (apple type). Karena lemak banyak berkumpul di rongga perut,
obesitas ini disebut juga dengan obesitas sentral.
b. Tipe Gynoid (Buah Pir)
Obesitas tipe ini paling banyak dialami oleh
wanita. Kelebihan lemak pada wanita disimpan di bagian bawah kulit daerah
pinggul dan paha, sehingga tubuh berbentuk seperti buah pir (pear type).
Lemak yang menumpuk di rongga perut (obesitas
sentral) ternyata lebih berbahaya karena berisiko lebih tinggi terkena penyakit
degeneratif dibandingkan dengan lemak yang menumpuk di bagian pinggul dan paha
(obesitas tipe pir). Akan tetapi, obesitas sentral (tipe apel) lebih mudah
menurunkan dalam berat badan dibandingkan dengan tipe pir (Khasanah, 2012).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh American Journal of Epidemology
mengungkapkan bahwa obesitas yang dialami seseorang pada saat remaja berkaitan
erat dengan peningkatan resiko kematian di usia paruh baya. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa mereka yang mengalami obesitas atau kelebihan berat
badan (overweight) saat remaja
diketahui 3 – 4 kali lebih berisiko mengalami penyakit jantung yang berujung
pada kematian, serta berisiko 2 – 3 kali terhadap penyakit kanker kolon dan
penyakit pernafasan seperti asma dan emfisema (Tarwoto,dkk., 2010).
Oleh karena itu pengkajian status gizi selama masa
remaja perlu dilakukan. Pada periode ini, kecenderungan risiko terjadinya
gangguan gizi sangat tinggi. Salah satu cara sederhana yang dapat digunakan
untuk menentukan status gizi pada remaja adalah dengan mengukur Indeks Massa
Tubuh (IMT) atau Body Massa Index (BMI). IMT dapat membantu mengidentifikasi
remaja yang secara signifikan berisiko mengalami kelebihan berat badan. Rumus
perhitungan IMT sebagai berikut.
Berat
Badan (kg)
IMT =
Tinggi
Badan (m) x Tinggi Badan (m)
|
2. Proses terjadinya obesitas
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan
hidup, mendukung pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik. Untuk mendukung
agar fungsi – fungsi tersebut dapat berjalan secara secara optimal, diperlukan
keseimbangan energi. Keseimbangan energi ini dapat dicapai bila energi yang
masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang digunakan. Keadaan
ini akan menghasilkan berat badan yang tidak normal atau ideal. Kekurangan
maupun kelebihan energi akan mengganggu fungsi tubuh dan menhasilkan berat
badan yang tidak normal (Khasanah, 2012).
Proses terjadinya obesitas tidak mutlak hanya
disebabkan asupan energi berlebih. Beberapa penelitian terakhir menunjukkan
bahwa penyebab kegemukan dan obesitas bersifat multifaktor, antara lain adanya
keterlibatan faktor genetis, gangguan fungsi otak, dan kurang gerak.
a. Faktor Genetik
Faktor genetik memegang peranan penting bagi terjadinya
obesitas. Bukan hal yang mengherankan jika pada orang tua yang mengalami
obesitas, maka anak – anak mereka pada generasi selanjutnya akan menjumpai
masalah yang sama. American Journal of
Clinical Nutrition pernah melakukan penelitian terhadap 5000 pasang anak
kembar. Penelitian yang dipublikasikan di awal bulan Februari 2008 di Inggris
ini melaporkan bahwa faktor genetik berpengaruh sekitar 75% pada perbedaan
garis pinggang dan berat badan seorang anak (Tarwoto,dkk., 2010).
Kegemukan dapat diturunkan dari generasi
sebelumnya ke generasi berikutnya didalam sebuah keluarga. Tampaknya, faktor
genetis telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh.
Hal ini dimungkinkan karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil, unsur sel
lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal secara otomatis akan
diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan. Seorang anak akan berisiko
40%-50% mengalami obesitas apabila salah satu diantara bapak atau ibunya
mengalami obesitas. Risikonya meningkat menjadi 70%-80% apabila kedua orang
tuanya mengalami obesitas (Khasanah, 2012).
b. Gangguan pada salah satu bagian otak
(gangguan hormon)
Sistem pengontrol yang mengatur perilaku makan
terletak pada suatu bagian otak yang disebut hipotalamus. Dua bagian
hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan adalah bagian yang menggerakkan
nafsu makan(pusat makan) dan bagian yang bertugas menghambat nafsu makan (pusat
kenyang). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa bila bagian yang menggerakkan
nafsu makan rusak/ hancur, maka orang tersebut akan menolak makan atau minum.
Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian yang bertugas menghambat nafsu
makan, maka seseorang akan menjadi rakus makan dan menimbulkan obesitas. Orang
yang obesitas, biasanya lebih responsif dibanding orang dengan berat badan
normal terhadap isyarat lapar, seperti rasa, bau makanan atau saatnya waktu
makan. Orang yang gemuk, cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan
makan pada saat ia lapar. Pola makan berlebih inilah yang menyebabkan mereka
sulit untuk keluar dari obesitas (Khasanah, 2012).
c. Kurang Gerak
Tingkat aktivitas fisik juga mempengaruhi besarnya
penggunaan energi oleh tubuh. Jika dilakukan secara teratur, aktivitas fisik
dapat mengurangi penumpukan lemak tubuh, meskipun kegiatan ini hanya
mempengaruhi sepertiga dari total pengeluaran energi seseorang. Ketika asupan
makanan sangat tinggi tetapi aktivitas fisik kurang maka akan menyebabkan
kelebihan kalori (Khasanah, 2012).
Berdasarkan estimasi
WHO (2006), faktor obesitas dan kurang aktivitas fisik menyumbangkan 30% risiko
terjadinya penyakit kanker. Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia
mengalami berat badan berlebih (overweight), dan sekurang-kurangnya 400
juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015, 2,3 miliar orang dewasa
akan mengalami overweight dan 700 juta di antaranya obesitas. Sedangkan
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas
umum pada penduduk berusia 15 tahun adalah 19,1%, dengan prevalensi pada
laki-laki 13,9%, sedangkan pada perempuan 23,8% serta prevalensi obesitas
berdasarkan IMT (10,3%). Sedangkan prevalensi berat badan berlebih anak-anak
usia 6-14 tahun pada laki-laki 9,5% dan pada perempuan 6,4%, yang hampir sama
dengan estimasi WHO sebesar 10% pada anak usia 5-17 tahun (Depkes, 2007 dalam
Grinting, 2011).
3. Dampak dari Obesitas
Menurut Vivi (2004) dampak obesitas dapat terjadi dalam
jangka panjang maupun jangka pendek, misalnya :
a. Gangguan
psikososial, rasa rendah diri, depresif dan menarik diri dari lingkungan. Hal
ini karena anak obesitas sering menjadi korban bahan olok-olokan teman main dan
teman sekolah. Dapat pula karena ketidakmampuan untuk melaksanakan suatu tugas
atau kegiatan terutama olahraga akibat adanya hambatan pergerakan oleh
obesitasnya.
b. Pertumbuhan
fisik atau linier yang lebih cepat dan usia tulang yang lebih lanjut dibanding
usia biologinya.
c. Masalah
ortopedi akibat beban tubuh yang terlalu berat.
d. Gangguan
pernafasan seperti infeksi saluran nafas, tidur ngorok, sering mengantuk siang
hari.
e. Gangguan
endokrin seperti menars lebih cepat terjadi (Grinting, 2011).
4. Upaya pencegahan obesitas
Obesitas dapat dicegah dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Mengganti cemilan makanan tinggi energi,
seperti gorengan, kripik, dan makanan ringan lain, dengan jenis makanan yang
lebih sehat seperti buah-buahan.
b. Memperbanyak aktivitas fisik. Aktivitas
yang cukup akan mencegah penumpukan simpanan lemak yang berlebih serta membantu
membakar simpanan energi dalam jaringan lemak.
c. Minum air 8 gelas perhari dan kurangi
minuman bersoda yang mengandung banyak gula. Mengkonsumsi 4 kaleng soda
perminggu bisa membuat berat badan naik 0,5 kg. Sementara air putih membantu
melarutkan lemak dalam tubuh.
d. Menerapkan pola makan dengan gizi seimbang
dan memperbanyak konsumsi sayur.
e. Olahraga secara teratur (Khasanah, 2012).
No comments:
Post a Comment