Tuesday 9 December 2014

Asuhan Keperawatan Efusi Pleura ,,, ASKEP



A.    Konsep Dasar Medik

1.      Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita (Sarwono, 1995 Hal 786).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura (Sylvia, A. Price, 1995 Hal 704)
Efusi pleura adalah jumlah cairan nonpurulen yang berlebihan dalam rongga pleural; antara lapisan visera dan parietal (Susan Martin Tucker, 1998 Hal 265).
2.      Anatomi dan fisiologi
Pleura adalah suatu lapisan ganda jaringan tipis yang terdiri dari ; sel – sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh – pembuluh darah kapiler, dan pembuluh – pembuluh getah bening. Seluruh jaringan tersebut memisahkan paru – paru dari dinding dada dan mediastinum.
Pleura terdiri dari 2 lapisan yang berbeda yakni pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yakni :
a.       Pleura viseralis, bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 3o um). Diantara celah – celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Dibawah sel – sel mesotellial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat – serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial sebpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari A. pulmonalis dan A. brakialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseral ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru.
b.      Pleura parietalis, disini lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri juga dari sel-sel mesotelial dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat – serat elastik). Dalam jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari A. interkostalis dan A. mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf – saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persarafan ini berasal dari nervus interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada diatasnya.
3.      Etiologi
Secara umum penyebab efusi pleura adalah sebagai berikut :
a.       Pleuritis karena bakteri piogenik
b.      Pleuritis tuberkulos
c.       Efusi pleura karena kelainan intra abdominal, seperti sirosis hati, pankreatitis, abses ginjal, abses hati, dll.
d.      Efusi pleura karena gangguan sirkulasi, seperti pada decompensasi kordis, emboli pulmonal dan hipoalbuminemia.
e.       Efusi pleura karena neoplasma, seperti mesolioma, karsinoma bronkhus, neoplasma metastatik, limfoma malignum.
f.       Efusi pleura karena trauma, yakni trauma tumpul, laserasi, luka tusuk pada dada, ruptur esophagus.
Efusi pleura dapat berupa transudat dan eksudat. Eksudat dibedakan dari transudat dari kadar protein yang dikandungnya dan dari berat jenisnya. Transudat mempunyai berat jenis kurang dari 1.015 dan kadar proteinnya kurang dari 3%, sedangkan eksudat mempunyai berat jenis dan kadar protein lebih tinggi, karena banyak mengandung sel (Sylvia, A. Price, 1995 Hal 704).
Transudat terjadi pada :
a.       Peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya payah jantung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pebgeluaran cairan dari pembuluh.
b.      Hipoproteinemia, seperti pada penyakit hati dan ginjal, atau penekanan tumor pada vena kava.
Sedangkan penimbunan eksudat dapat disebabkan oleh :
a.       Sekunder dari peradangan atau keganasan pleura.
b.      Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.
4.      Patofisiologi
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara pleura tersebut, karena biasanya di sana hanya terdapat sedikit (10-20 cc) cairan yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga mereka mudah bergeser satu sama lain. Dalam keadaan patologis rongga antara kedua pleura ini dapat terisi dengan beberapa liter cairan atau udara.
Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura viseralis via sistem limfatik dan vaskuler. Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotic. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorbsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura viseralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesotelial
5.      Gambaran klinik
Keluhan-keluhan yang sering didapat adalah berupa sesak nafas, rasa berat pada dada serta keluhan/gejala lain penyakit dasarnya seperti : bising jantung (pada payah jantung), lemas yang progresif disertai berat badan yang menurun (pada neoplasma), batuk yang kadang – kadang berdarah pada perokok (karsinoma bronkus), tumor di organ lain (pada metastasis), demam subfebril (pada tuberkulosis), demam menggigil (pada emfisema), asites (pada sirosis hati), asites dengan tumor di pelvis (pada sindrom Meig).
Pada pemeriksaan fisis akan ditemukan : fremitus yang menurun, perkusi yang pekak, tanda – tanda pendorongan mediastinum, suara nafas yang menghilang pada auskultasi.
6.      Diagnosis
Diagnosis kadang – kadang dapat ditegakkan secara anamnesis dan pemeriksaan fisis saja. Tapi kadang – kadang sulit juga, sehingga perlu dilakukan tindakan torakosentesis dan pada beberapa kasus dilakukan juga biopsi pleura.
7.      Pemeriksaan laboratorium/diagnostik
a.       Sinar tembus dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru – paru sendiri. Kadang – kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus.
b.      Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik.
Untuk diagnostik cairan pleura dilakukan pemeriksaan :
1.)    Warna cairan.
Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kekuningan (serous-xantho-chrome). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan, adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abeses karena ameba.
2.)    Biokimia.
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat.
Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia diperiksakan juga pada cairan pleura :
-          Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis rheumatoid, dan neoplasma.
-          Kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan metastasis adenokarsinoma.
3.)    Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
4.)    Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anerob.
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleuran adalah : pneumokok, E. coli, Kleibsiella, Pseudomonas, Enterobacter.
Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 %.
c.       Biopsi pleura
Pemeriksaan histology satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75 % diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura. Bila ternyata hasil biopsy pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsy ulangan. Komplikasi biopsy adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor padan dinding dada (Sarwono, 1995 Hal 788)
d.      Pemeriksaan cairan sitologi
e.       Pewarnaan gram, kultur, dan sensitivitas cairan pleura.
8.      Penanganan
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga kulit keluar atau bila empiemanya multikular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologi atau larutan antiseptik (Betadine).
Pengobatan secara sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai) Bleomycin, Corynebacterium parvum, Thio-tepa dan lain-lain.
9.      Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi antara lain :
a.       Pneumotoraks
b.      Pneumonia
c.       Emfisema

B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian
a.       Aktivitas/istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.


b.      Sirkulasi
Gejala      :   Takikardia, frekuensi tidak teratur/disritmia, S3 atau S4/irama gallop (gagal jantung sekunder terhadap effusi), TD : Hipertensi/hipotensi.
c.       Integritas ego
Tanda : Ketakutan, gelisah.
d.      Makanan/cairan
Tanda : Adanya pemasangan IV vena sentral/infus tekanan.
e.       Nyeri/Kenyamanan
Gejala :
1.)    Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernafasan, batuk.
2.)    Tajam dan nyeri, menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen (effusi pleural).
Tanda :
1.)    Berhati-hati pada area yang sakit.
2.)    Prilaku distraksi
3.)    Mengkerutkan wajah.
f.       Pernapasan
Gejala :
1.)    Kesulitan bernafas, lapar nafas.
2.)    Batuk (mungkin gejala yang ada).
3.)    Riwayat bedah dada/trauma ; penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru (empiema/effusi); penyakit interstitial menyebar (sarkoidosis); keganasan (mis. Obstruksi tumor).
Tanda :
1.)    Pernafasan ; Peningkatan frekuensi/takipnea
2.)    Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher; retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat.
3.)    Bunyi napas menurun atau tak ada (sisi yang terlibat)
4.)    Fremitus menurun (sisi yang terlibat).
5.)    Perkusi dada ; Hiperresonan diatas area terisi udara (pneumotorak), bunyi pekak diatas area yang terisi cairan.
6.)    Observasi dan palpasi dada : Gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kempes; penurunan pengembangan torak (area yang sakit).
7.)    Kulit; Pucat, sianosis, berkeringat.
8.)    Mental ; Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
9.)    Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif/terapi PEEP.
g.      Keamanan
Gejala :
1.)    Adanya trauma dada
2.)    Radiasi/kemoterapi untuk keganasan
h.      Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :
1.)    Riwayat faktor resiko keluarga; tuberkulosis, kanker.
2.)    Adanya bedah intratorakal/biopsi paru.
3.)    Bukti kegagalan membaik.

Prioritas Keperawatan

1.)    Meningkatkan/mempertahankan ekspansi paru untuk oksigenasi/ ventilasi adekuat.
2.)    Meminimalkan/mencegah komplikasi.
3.)    Menurunkan ketidaknyamanan/nyeri.
4.)    Memberikan informasi tentang proses penyakit, program pengobatan, dan prognosis.

Tujuan pemulangan

1.)    Ventilasi/oksigenasi adekuat dipertahankan.
2.)    Komplikasi dicegah/diatasi.
3.)    Nyeri tak ada/terkontrol.
4.)    Proses penyakit/prognosis dan kebutuhan terapi dipahami.

Diagnosa keperawatan

a.       Pola pernapasan, tak efektif
Faktor resiko meliputi :
1.)    Penurunan ekspansi paru (akumulasi cairan)
2.)    Nyeri/ansietas.
3.)    Proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1.)    Dispnea, takipnea.
2.)    Perubahan kedalaman/kesamaan pernafasan
3.)    Penggunaan otot – otot aksesori, pelebaran nasal.
4.)    Gangguan pengembangan dada.
5.)    Sianosis, GDA tak normal.
b.      Trauma/penghentian napas, risiko tinggi terhadap
Dapat dihubungkan dengan :
1.)    Penyakit saat ini/proses cedera
2.)    Tergantung pada alat dari luar (sistem drainase dada).
3.)    Kurang pendidikan keamanan/pencegahan.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1.)    Tidak dapat diterapkan; adanya tanda – tanda dan gejala – gejala membuat diagnosa aktual.
c.       Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan pengobatan.
Faktor resiko meliputi :
1.)    Kurang terpajan pada informasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1.)    Mengekspresikan masalah, meminta informasi.
2.)    Berulangnya masalah.

2.      Perencanaan
a.       Pola pernapasan, tak efektif.
Mandiri :
1.)    Mengidentifikasi etiologi/faktor pencetus, contoh kolaps spontan, trauma, keganasan, infeksi, komplikasi ventilasi mekanik.
Rasional :
Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat dan memilih tindakan terapeutik.
2.)    Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan/pernafasan serak, dispnea, keluhan “lapar udara,” terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
Rasional :
Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologis dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia/perdarahan.
3.)    Auskultasi bunyi nafas.
Rasional :
Bunyi nafas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area kolaps menurun bunyinya. Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan memberikan data evaluasi perbaikan pneumotorak.
4.)    Kaji fremitus
Rasional :
Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan/konsolidasi.
5.)    Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam


Rasional :
Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif/mengurangi trauma.
6.)    Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur, balik ke sisi yang sakit. Dorong pasien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional :
Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tak sakit.
7.)    Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk “kontrol diri” dengan menggunakan pernapasan lebih lambat/dalam.
Rasional :
Membantu pasien mengalami efek fisiologis hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ansietas dan/atau takut.
Kolaborasi :
8.)    Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri. Kaji kapasitas vital/pengukuran volume tidak.
Rasional :
Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi, perlu untuk kelanjutan atau gangguan dalam terapi.
9.)    Berikan oksigen tambahan melalui kanula/masker sesuai indikasi.
Rasional :
Alat dalam menurunkan kerja napas; meningkatkan penghilangan distres respirasi dan sianosis sehubungan dengan hipoksemia.
b.      Diagnosa keperawatan 2 : Trauma/penghentian napas, risiko tinggi terhadap :
Tindakan/intervensi :


Mandiri
1.)    Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase dada, catat gambaran keamanan.
Rasional :
Informasi tentang bagaimana sistem bekerja memberikan keyakinan, menurunkan ansietas pasien.
2.)    Amankan unit drainage pada tempat tidur pasien atau pada sangkutan/tempat tertentu pada area dengan lalu lintas rendah.
Rasional :
Mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunkan risiko kecelakaan jatuh/unit pecah.
3.)    Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, adanya/karakteristik drainase dari sekitar kateter. Ganti/pasang ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan.
Rasional :
Memberikan pengenalan dini dan mengobati adanya erosi/infeksi kulit.
4.)    Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring/menarik selang.
Rasional :
Menurunkan resiko obstruksi drainase/terlepasnya selang.
5.)    Identifikasi perubahan/situasi yang harus dilaporkan pada perawat, contoh perubahan bunyai gelembung, lapar udara tiba – tiba dan nyeri dada, lepaskan alat.
Rasional :
Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius.
6.)    Observasi tanda distres pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.
Rasional :
Pneumotorak dapat terulang/memburuk, karena mempengaruhi fungsi pernapasan dan memerlukan intervensi darurat.
c.       Diagnosa keperawatan 3 ; Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan pengobatan :
Tindakan/intervensi :
Mandiri :
1.)    Kaji patologi masalah individu
Rasional :
Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
2.)    Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang.
Rasional :
Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh. Selain itu pasien sehat yang menderita pneumotorak spontan, insiden kambuh 10 % - 50 %. Orang yang mempunyai episode spontan kedua beresiko tinggi untuk insiden ketiga (60 %).
3.)    Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat, contoh nyeri dada tiba – tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.
Rasional :
Berulangnya pneumotorak/hemotorak memerlukan intervensi medik untuk mencegah/menurunkan potensial komplikasi.
4.)    Kaji ulang praktik kesehatan yang baik; contoh nutrisi baik, istirahat, latihan.
Rasional :
Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.



3.      Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan dalam proses keperawatan dan sangat menuntut kemampuan intelektual, keterampilan dan tehnik keperawatan.
Pelaksanaan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang didasari kebutuhan klien untuk mengurangi atau mencegah masalah serta merupakan pengelolaan atau perwujudan rencana keperawatan pada seorang klien.
Ada 2 syarat hasil yang diharapkan dalam pelaksanaan perawatan   yaitu :
a.       Adanya bukti bahwa klien dalam proses menuju perawatan atau telah tercapai tujuan yang diinginkan.
b.      Adanya bukti bahwa tindakan keperawatan dapat diterima klien.
Proses pelaksanaan perawatan yaitu :
a.       Merencanakan perawatan, segala informasi yang tercakup dalam rencana keperawatan, merupakan dasar atau pedoman dalam tindakan.
b.      Mengidentifikasi reaksi klien, dituntut usaha yang tidak tergesa-gesa dan teliti agar dapat menemukan reaksi klien sebagai akibat tindakan keperawatan
4.      Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Hasil yang diharapkan dalam evaluasi diagnosa keperawatan pada efusi pleura meliputi :
a.        Pola pernafasan, tak efektif  meliputi :
Menunjukkan pola pernafasan normal/efektif dengan GDA dalam rentang normal.
Bebas sianosis dan tanda.gejala hipoksia.

b.       Trauma/penghentian napas, resiko tinggi terhadap, meliputi :
Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi.
Pemberi perawatan akan ; memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik.
c.        Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan pengobatan meliputi :
Menyatakan pemahaman penyebab masalah (bila tahu)
Mengidentifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik.
Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.

No comments:

Post a Comment