Tuesday 9 December 2014

Asuhan Keperawatan (ASKEP) Hipertropi Prostat



A.    Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan pasien dengan hipertropi prostat melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari  pengkajian keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
1.      Pengkajian Keperawatan
a.       Pengumpulan data
1.)    Usia pasien
Biasanya terjadi pada usia di atas 40 tahun.
2.)    Riwayat kesehatan
Pasien dengan Benigna Hipertropi Prostat biasanya datang berobat bila sudah terjadi penyulit seperti, berkurangnya pancaran kencing, retensi urine, air kencing menetes setelah kencing dan buang air kencing merasa tidak puas. Hal tersebut disebabkan karena adanya pembesaran prostat, tetapi tidak semua hipertropi prostat menimbulkan keluhan yang sama, maka dari itu besarnya prostat tidak menentukan berat ringannya keluhan.
Keluhan-keluhan pada hipertropi prostat seperti, penderita merasakan pancaran kencing, tidak puas, frekuensi kencing bertambah pada malam hari, dan adanya retensi urine maka timbul infeksi, penderita akan mengeluh terasa panas (Dysurie), kencing malam semakin hebat, sehingga dapat timbul retensi urine total. Apabila sudah sampai pada retensi total maka bisa terjadi refluks urine ke atas, akan menyebabkan pyelonefritis dan hydronefrosis, dan gagal ginjal. Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau haemorhoid. Karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu tersebut dapat pula menyebabkan cystitis dan hematuria. Hematuria biasanya disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah submukosa pada prostat yang membesar. Selain keluhan di atas dapat timbul keluhan seperti, terasa ada benjolan pada perut bagian bawah dan over flow urinaria incotinensia atau dapat ditemukan efek sekunder dari obstruksi bladerneck dan sebagai gejala permulaan seperti anemia, peningkatan kadar ureum kreatinin atau tanda-tanda insufisiensi renal lainnya. Kadang-kadang retensi urine yang akut merupakan gejala pertama yang dirasakan klien, hal ini disebabkan oleh oedema yang terjadi pada kelenjar prostat yang membesar. Timbulnya obstruksi urinarius dan uremia dapat menyebabkan gangguan gastro intestinal seperti nafsu makan berkurang, hal tersebut akan menambah beratnya penyakit.
b.      Klasifikasi data
Data dasar yang berhubungan dengan post operasi hipertropi prostat. Mengelompokkan data merupakan langkah yang dilakukan setelah mengadakan pengumpulan data yang diperoleh sebagai berikut :
Data Subyektif      :
-          Nyeri pada daerah tindakan operasi.
-          Pusing.
-          Perubahan frekuensi berkemih.
-          Urgensi.
-          Dysuria
-          Flatus negatif.
Data Obyektif       :
-          Luka tindakan operasi pada daerah prostat.
-          Retensi, kandung kemih penuh.
-          Inkontinensia
-          Bibir kering.
-          Puasa.
-          Bising usus negatif.
-          Ekspresi wajah meringis.
-          Pemasangan kateter tetap.
-          Gelisah.
-          Informasi kurang.
-          Urine berwarna kemerahan.
c.       Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan disusun menurut prioritas masalah pada pasien post operasi hipertropi prostat, adalah sebagai berikut :
1)      Perubahan eliminasi urine berhubungan obstruksi  mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi kateter/balon.
2)      Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan.
3)      Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive : alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah.
4)      Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih : refleks spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan / tekanan dari balon kandung kemih.
5)      Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter, keterlibatan area genital).
6)      Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
2.      Perencanaan Keperawatan
a.       Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan irigasi kateter/balon, ditandai dengan :
DS :
-          Nyeri pada daerah tindakan operasi.
-          Perubahan frekuensi berkemih.
-          Urgensi.
-          Dysuria.
DO :
-          Pemasangan kateter tetap.
-          Adanya luka tindakan operasi pada daerah prostat.
-          Urine berwarna kemerahan.
Tujuan       : Klien mengatakan tidak ada keluhan, dengan kriteria :
-          Kateter tetap paten pada tempatntya.
-          Tidak ada sumbatan aliran darah melalui kateter.
-          Berkemih tanpa aliran berlebihan.
-          Tidak terjadi retensi pada saat irigasi.
Intervensi  :
1)      Kaji pengeluaran urine dan sistem kateter/drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih.
Rasional :
Retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih.
2)      Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas.
Rasional :
Kateter biasanya dilepas 2 – 5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema urethral dan kehilangan tonus.
3)      Dorong klien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2 – 4 jam.

Rasional :
Berkemih dengan dorongan dapat mencegah retensi, urine. Keterbatasan berkemih untuk tiap 4 jam (bila ditoleransi) meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang kandung kemih.
4)      Ukur volume residu bila ada kateter supra pubic.
Rasional :
Mengawasi keefektifan kandung kemih untuk kosong. Residu lebih dari 50 ml menunjukkan perlunya kontinuitas kateter sampai tonus otot kandung kemih membaik.
5)      Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi.
Rasional :
Mempertahankan hidrasi adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine.
6)      Kolaborasi medis untuk irigasi kandung kemih sesuai indikasi pada periode pasca operasi dini.
Rasional :
Mencuci kandung kemih dari bekuan darah dan untuk mempertahankan patensi kateter/aliran urine.
b.      Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan, ditandai dengan :
DS :
-          Pusing.
DO :
-          Flatus negatif.
-          Bibir kering.
-          Puasa.
-          Bising usus negatif.
-          Urine berwarna kemerahan.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan, dengan  kriteria :
-          Tanda-tanda vital normal.
-          Nadi perifer teraba.
-          Pengisian kapiler baik.
-          Membran mukosa baik.
-          Haluaran urine tepat.
Intervensi :
1)      Benamkan kateter, hindari manipulasi berlenihan.
Rasional :
Penarikan/gerakan kateter dapat menyebabkan perdarahan atau pembentukan bekuan darah.
2)      Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional :
Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian. Pada irigasi kandung kemih, awasi perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluaran urine.
3)      Evaluasi warna, komsistensi urine.
Rasional :
Untuk mengindikasikan adanya perdarahan.
4)      Awasi tanda-tanda vital
Rasional :
Dehidrasi/hipovolemia memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut ke syok. Hipertensi, bradikardi, mual/muntah menunjukkan sindrom TURP, memerlukan intervensi medik segera.
5)      Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (Hb/Ht, jumlah sel darah merah)
Rasional :
Berguna dalam evaluasi kehilangan darah/kebutuhan penggantian.
c.       Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah, ditandai dengan :
DS :
-          Nyeri daerah tindakan operasi.
-          Dysuria.
DO :
-          Luka tindakan operasi pada daerah prostat.
-          Pemasangan kateter tetap.
Tujuan : Menunjukkan tidak tampak tanda-tanda infeksi, dengan kriteria :
-          Tidak tampak tanda-tanda infeksi.
-          Inkontinensia tidak terjadi.
-          Luka tindakan bedah cepat kering.
Intervensi :
1)      Berikan perawatan kateter tetap secara steril.
Rasional :
Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi/cross infeksi.
2)      Ambulasi kantung drainase dependen.
Rasional :
Menghindari refleks balik urine, yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
3)      Awasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Klien yang mengalami TUR beresiko untuk syok bedah/septic sehubungan dengan instrumentasi.
4)      Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
Rasional :
Balutan basah dapat menyebabkan iritasi, dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi.
5)      Kolaborasi medis untuk pemberian golongan obat antibiotika.
Rasional :
Dapat membunuh kuman patogen penyebab infeksi.
d.      Gangguan rasa nyaman ; nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih : refleks spasme otot berhubungan dengan prosedur bedah dan/tekanan dari balon kandung kemih, ditandai dengan :
DS :
-          Nyeri pada daerah tindakan operasi.
DO :
-          Luka tindakan operasi.
-          Ekspresi wajah meringis.
-          Retensi urine, sehingga kandung kemih penuh.
Intervensi :
1)      Kaji tingkat nyeri.
Rasional :
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien dan memudahkan kita dalam memberikan tindakan.
2)      Pertahankan posisi kateter dan sistem  drainase.
Rasional :
Mempertahankan fungsi kateter dan sistem drainase, menurunkan resiko distensi/spasme kandung kemih.
3)      Ajarkan tekhnik relaksasi.
Rasional :
Merileksasikan otot-otot sehingga suplay darah ke jaringan terpenuhi/adekuat, sehingga nyeri berkurang.
4)      Berikan rendam duduk bila diindikasikan.
Rasional :
Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema dan meningkatkan penyembuhan.
5)      Kolaborasi medis untuk pemberian anti spasmodic dan analgetika.
Rasional :
-          Golongan obat anti spasmodic dapat merilekskan otot polos, untuk memberikan/menurunkan spasme dan nyeri.
-          Golongan obat analgetik dapat menghambat reseptor nyeri sehingga tidak diteruskan ke otak dan nyeri tidak dirasakan.
e.       Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter, keterlibatan area genital) ditandai dengan :
DS : -
DO :
-          Tindakan pembedahan kelenjar prostat.
Tujuan : Fungsi seksual dapat dipertahankan,  kriteria :
-          Pasien dapat mendiskusikan perasaannya tentang seksualitas dengan orang terdekat.
Intervensi :
1)      Berikan informasi tentang harapan kembalinya fungsi seksual.

Rasional :
Impotensi fisiologis : terjadi bila saraf perineal dipotong selama prosedur bedah radikal ; pada pendekatan lain, aktifitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6 – 8 minggu.
2)      Diskusikan dasar anatomi.
Rasional :
Saraf pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul. Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten dan sterilitas biasanya tidak terjadi.
3)      Instruksikan latihan perineal.
Rasional :
Meningkatkan peningkatan kontrol otot kontinensia urine dan fungsi seksual.
4)      Kolaborasi ke penasehat seksualitas/seksologi sesuai indikasi.
Rasional :
Untuk memerlukan intervensi professional selanjutnya.
f.       Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, ditandai dengan :
DS : -
DO :
-          Gelisah.
-          Informasi kurang
Tujuan : Klien mengungkapkan anxietas teratasi, dengan  kriteria :
-          Klien tidak gelisah.
-          Tampak rileks
Intervensi :
1)      Kaji tingkat anxietas.
Rasional :
Mengetahui tingkat anxietas yang dialami klien, sehingga memudahkan dalam memberikan tindakan selanjutnya.
2)      Observasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Indikator dalam mengetahui peningkatan anxietas yang dialami klien.
3)      Berikan informasi yang jelas tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
Rasional :
Mengerti/memahami proses penyakit dan tindakan yang diberikan.
4)      Berikan support melalui pendekatan spiritual.
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan tidak putus asa dalam menjalankan pengobatan untuk penyembuhan.



3.      Pelaksanaan Asuhan Keperawatan.
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan, yang pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya (perencanaan tindakan keperawatan).

4.      Evaluasi Keperawatan.
Asuhan keperawatan dalam bentuk perubahan prilaku pasien merupakan focus dari evaluasi tujuan, maka hasil evaluasi keperawatan dengan post operasi hipertropi prostat adalah sebagai berikut :
a.       Pola eliminasi urine dapat normal.
Kriteria hasil :
-          Menunjukkan prilaku untuk mengendalikan refleks kandung kemih.
-          Pengosongan kandung kemih tanpa adanya penekanan/distensi kandung kemih/retensi urine.
b.      Terpenuhinya kebutuhan cairan.
Kriteria hasil :
-          Tanda-tanda vital normal
-          Nadi perifer baik/teraba.
-          Pengisian kapiler baik.
-          Membran mukosa lembab.
-          Haluaran urine tepat.
c.       Mencegah terjadinya infeksi.
Kriteria hasil :
-          Tercapainya penyembuhan dan tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
d.      Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
Kriteria hasil :
-          Menunjukkan keterampilan penggunaan relaksasi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi dan situasi individu.
-          Tampak rileks.
e.       Fungsi seksual dapat dipertahankan.
Kriteria hasil :
-          Menyatakan pemahaman situasi individual
-          Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah.
f.       Klien mengerti/memahami tentang penyakitnya.
Kriteria hasil :
-          Berpartisipasi dalam program pengobatan.
-          Melakukan perubahan prilaku yang perlu.
-          Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan.

No comments:

Post a Comment