A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Asuhan
keperawatan pasien dengan hipertropi prostat melalui pendekatan proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian
keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
Keperawatan
a.
Pengumpulan data
1.) Usia
pasien
Biasanya terjadi pada
usia di atas 40 tahun.
2.) Riwayat
kesehatan
Pasien dengan Benigna
Hipertropi Prostat biasanya datang berobat bila sudah terjadi penyulit seperti,
berkurangnya pancaran kencing, retensi urine, air kencing menetes setelah
kencing dan buang air kencing merasa tidak puas. Hal tersebut disebabkan karena
adanya pembesaran prostat, tetapi tidak semua hipertropi prostat menimbulkan
keluhan yang sama, maka dari itu besarnya prostat tidak menentukan berat
ringannya keluhan.
Keluhan-keluhan pada
hipertropi prostat seperti, penderita merasakan pancaran kencing, tidak puas,
frekuensi kencing bertambah pada malam hari, dan adanya retensi urine maka
timbul infeksi, penderita akan mengeluh terasa panas (Dysurie), kencing malam
semakin hebat, sehingga dapat timbul retensi urine total. Apabila sudah sampai
pada retensi total maka bisa terjadi refluks urine ke atas, akan menyebabkan
pyelonefritis dan hydronefrosis, dan gagal ginjal. Pada waktu miksi penderita
harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau
haemorhoid. Karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan di
dalam kandung kemih. Batu tersebut dapat pula menyebabkan cystitis dan
hematuria. Hematuria biasanya disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah
submukosa pada prostat yang membesar. Selain keluhan di atas dapat timbul
keluhan seperti, terasa ada benjolan pada perut bagian bawah dan over flow
urinaria incotinensia atau dapat ditemukan efek sekunder dari obstruksi
bladerneck dan sebagai gejala permulaan seperti anemia, peningkatan kadar ureum
kreatinin atau tanda-tanda insufisiensi renal lainnya. Kadang-kadang retensi
urine yang akut merupakan gejala pertama yang dirasakan klien, hal ini
disebabkan oleh oedema yang terjadi pada kelenjar prostat yang membesar.
Timbulnya obstruksi urinarius dan uremia dapat menyebabkan gangguan gastro
intestinal seperti nafsu makan berkurang, hal tersebut akan menambah beratnya
penyakit.
b. Klasifikasi
data
Data dasar yang
berhubungan dengan post operasi hipertropi prostat. Mengelompokkan data
merupakan langkah yang dilakukan setelah mengadakan pengumpulan data yang
diperoleh sebagai berikut :
Data Subyektif :
-
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
-
Pusing.
-
Perubahan frekuensi berkemih.
-
Urgensi.
-
Dysuria
-
Flatus negatif.
Data Obyektif :
-
Luka tindakan operasi pada daerah prostat.
-
Retensi, kandung kemih penuh.
-
Inkontinensia
-
Bibir kering.
-
Puasa.
-
Bising usus negatif.
-
Ekspresi wajah meringis.
-
Pemasangan kateter tetap.
-
Gelisah.
-
Informasi kurang.
-
Urine berwarna kemerahan.
c. Diagnosa
keperawatan
Diagnosa keperawatan
disusun menurut prioritas masalah pada pasien post operasi hipertropi prostat,
adalah sebagai berikut :
1)
Perubahan eliminasi urine berhubungan obstruksi mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma,
prosedur bedah, tekanan dan iritasi kateter/balon.
2)
Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan.
3)
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive :
alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan,
insisi bedah.
4)
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan iritasi
mukosa kandung kemih : refleks spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan
/ tekanan dari balon kandung kemih.
5)
Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan
situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter,
keterlibatan area genital).
6)
Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan,
salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
2. Perencanaan
Keperawatan
a.
Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi
mekanikal : bekuan darah, oedema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan irigasi
kateter/balon, ditandai dengan :
DS :
-
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
-
Perubahan frekuensi berkemih.
-
Urgensi.
-
Dysuria.
DO :
-
Pemasangan kateter tetap.
-
Adanya luka tindakan operasi pada daerah prostat.
-
Urine berwarna kemerahan.
Tujuan :
Klien mengatakan tidak ada keluhan, dengan kriteria :
-
Kateter tetap paten pada tempatntya.
-
Tidak ada sumbatan aliran darah melalui kateter.
-
Berkemih tanpa aliran berlebihan.
-
Tidak terjadi retensi pada saat irigasi.
Intervensi :
1) Kaji
pengeluaran urine dan sistem kateter/drainase, khususnya selama irigasi kandung
kemih.
Rasional :
Retensi dapat terjadi
karena edema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih.
2) Perhatikan
waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas.
Rasional :
Kateter biasanya dilepas
2 – 5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk
beberapa waktu karena edema urethral dan kehilangan tonus.
3) Dorong
klien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2 – 4 jam.
Rasional :
Berkemih dengan dorongan
dapat mencegah retensi, urine. Keterbatasan berkemih untuk tiap 4 jam (bila
ditoleransi) meningkatkan tonus kandung kemih dan membantu latihan ulang
kandung kemih.
4) Ukur
volume residu bila ada kateter supra pubic.
Rasional :
Mengawasi keefektifan
kandung kemih untuk kosong. Residu lebih dari 50 ml menunjukkan perlunya
kontinuitas kateter sampai tonus otot kandung kemih membaik.
5) Dorong
pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi.
Rasional :
Mempertahankan hidrasi
adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine.
6) Kolaborasi
medis untuk irigasi kandung kemih sesuai indikasi pada periode pasca operasi
dini.
Rasional :
Mencuci kandung kemih
dari bekuan darah dan untuk mempertahankan patensi kateter/aliran urine.
b.
Resiko terjadi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan area bedah vaskuler : kesulitan mengontrol perdarahan, ditandai dengan :
DS :
-
Pusing.
DO :
-
Flatus negatif.
-
Bibir kering.
-
Puasa.
-
Bising usus negatif.
-
Urine berwarna kemerahan.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan,
dengan kriteria :
-
Tanda-tanda vital normal.
-
Nadi perifer teraba.
-
Pengisian kapiler baik.
-
Membran mukosa baik.
-
Haluaran urine tepat.
Intervensi :
1) Benamkan
kateter, hindari manipulasi berlenihan.
Rasional :
Penarikan/gerakan kateter
dapat menyebabkan perdarahan atau pembentukan bekuan darah.
2) Awasi
pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional :
Indicator keseimbangan
cairan dan kebutuhan penggantian. Pada irigasi kandung kemih, awasi perkiraan
kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluaran urine.
3) Evaluasi
warna, komsistensi urine.
Rasional :
Untuk
mengindikasikan adanya perdarahan.
4) Awasi
tanda-tanda vital
Rasional :
Dehidrasi/hipovolemia
memerlukan intervensi cepat untuk mencegah berlanjut ke syok. Hipertensi, bradikardi,
mual/muntah menunjukkan sindrom TURP, memerlukan intervensi medik segera.
5) Kolaborasi
untuk pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (Hb/Ht, jumlah sel darah merah)
Rasional :
Berguna
dalam evaluasi kehilangan darah/kebutuhan penggantian.
c.
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan,
kateter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan, insisi bedah, ditandai
dengan :
DS :
-
Nyeri daerah tindakan operasi.
-
Dysuria.
DO :
-
Luka tindakan operasi pada daerah prostat.
-
Pemasangan kateter tetap.
Tujuan : Menunjukkan tidak tampak tanda-tanda
infeksi, dengan kriteria :
-
Tidak tampak tanda-tanda infeksi.
-
Inkontinensia tidak terjadi.
-
Luka tindakan bedah cepat kering.
Intervensi :
1) Berikan
perawatan kateter tetap secara steril.
Rasional :
Mencegah
pemasukan bakteri dan infeksi/cross infeksi.
2) Ambulasi
kantung drainase dependen.
Rasional :
Menghindari refleks balik
urine, yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
3) Awasi
tanda-tanda vital.
Rasional :
Klien yang mengalami TUR
beresiko untuk syok bedah/septic sehubungan dengan instrumentasi.
4) Ganti
balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
Rasional :
Balutan basah dapat
menyebabkan iritasi, dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri,
peningkatan resiko infeksi.
5) Kolaborasi
medis untuk pemberian golongan obat antibiotika.
Rasional :
Dapat
membunuh kuman patogen penyebab infeksi.
d.
Gangguan rasa nyaman ; nyeri berhubungan dengan iritasi
mukosa kandung kemih : refleks spasme otot berhubungan dengan prosedur bedah
dan/tekanan dari balon kandung kemih, ditandai dengan :
DS :
-
Nyeri pada daerah tindakan operasi.
DO :
-
Luka tindakan operasi.
-
Ekspresi wajah meringis.
-
Retensi urine, sehingga kandung kemih penuh.
Intervensi :
1) Kaji
tingkat nyeri.
Rasional :
Mengetahui tingkat nyeri
yang dirasakan klien dan memudahkan kita dalam memberikan tindakan.
2) Pertahankan
posisi kateter dan sistem drainase.
Rasional :
Mempertahankan fungsi
kateter dan sistem drainase, menurunkan resiko distensi/spasme kandung kemih.
3) Ajarkan
tekhnik relaksasi.
Rasional :
Merileksasikan otot-otot
sehingga suplay darah ke jaringan terpenuhi/adekuat, sehingga nyeri berkurang.
4) Berikan
rendam duduk bila diindikasikan.
Rasional :
Meningkatkan perfusi
jaringan dan perbaikan edema dan meningkatkan penyembuhan.
5) Kolaborasi
medis untuk pemberian anti spasmodic dan analgetika.
Rasional :
-
Golongan obat anti spasmodic dapat merilekskan otot
polos, untuk memberikan/menurunkan spasme dan nyeri.
-
Golongan obat analgetik dapat menghambat reseptor nyeri
sehingga tidak diteruskan ke otak dan nyeri tidak dirasakan.
e.
Resiko terjadi disfungsi seksual berhubungan dengan
situasi krisis (inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter,
keterlibatan area genital) ditandai dengan :
DS : -
DO :
-
Tindakan pembedahan kelenjar prostat.
Tujuan : Fungsi seksual dapat dipertahankan, kriteria :
-
Pasien dapat mendiskusikan perasaannya tentang
seksualitas dengan orang terdekat.
Intervensi :
1) Berikan
informasi tentang harapan kembalinya fungsi seksual.
Rasional :
Impotensi
fisiologis : terjadi bila saraf perineal dipotong selama prosedur bedah radikal
; pada pendekatan lain, aktifitas seksual dapat dilakukan seperti biasa dalam 6
– 8 minggu.
2) Diskusikan
dasar anatomi.
Rasional :
Saraf
pleksus mengontrol aliran secara posterior ke prostat melalui kapsul. Pada
prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat, impoten dan sterilitas biasanya
tidak terjadi.
3) Instruksikan
latihan perineal.
Rasional :
Meningkatkan
peningkatan kontrol otot kontinensia urine dan fungsi seksual.
4) Kolaborasi
ke penasehat seksualitas/seksologi sesuai indikasi.
Rasional :
Untuk memerlukan
intervensi professional selanjutnya.
f.
Anxietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan,
salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, ditandai dengan
:
DS : -
DO :
-
Gelisah.
-
Informasi kurang
Tujuan : Klien mengungkapkan anxietas teratasi,
dengan kriteria :
-
Klien tidak gelisah.
-
Tampak rileks
Intervensi :
1) Kaji
tingkat anxietas.
Rasional :
Mengetahui
tingkat anxietas yang dialami klien, sehingga memudahkan dalam memberikan
tindakan selanjutnya.
2) Observasi
tanda-tanda vital.
Rasional :
Indikator dalam mengetahui peningkatan anxietas yang dialami
klien.
3) Berikan
informasi yang jelas tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
Rasional :
Mengerti/memahami
proses penyakit dan tindakan yang diberikan.
4) Berikan
support melalui pendekatan spiritual.
Rasional :
Agar klien mempunyai
semangat dan tidak putus asa dalam menjalankan pengobatan untuk penyembuhan.
3. Pelaksanaan
Asuhan Keperawatan.
Pada langkah ini,
perawat memberikan asuhan keperawatan, yang pelaksanaannya berdasarkan rencana
keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya (perencanaan
tindakan keperawatan).
4. Evaluasi
Keperawatan.
Asuhan keperawatan dalam
bentuk perubahan prilaku pasien merupakan focus dari evaluasi tujuan, maka hasil
evaluasi keperawatan dengan post operasi hipertropi prostat adalah sebagai
berikut :
a. Pola
eliminasi urine dapat normal.
Kriteria hasil :
-
Menunjukkan prilaku untuk mengendalikan refleks kandung
kemih.
-
Pengosongan kandung kemih tanpa adanya penekanan/distensi
kandung kemih/retensi urine.
b. Terpenuhinya
kebutuhan cairan.
Kriteria hasil :
-
Tanda-tanda vital normal
-
Nadi perifer baik/teraba.
-
Pengisian kapiler baik.
-
Membran mukosa lembab.
-
Haluaran urine tepat.
c. Mencegah
terjadinya infeksi.
Kriteria hasil :
-
Tercapainya penyembuhan dan tidak menunjukkan
tanda-tanda infeksi.
d. Melaporkan
nyeri hilang/terkontrol.
Kriteria hasil :
-
Menunjukkan keterampilan penggunaan relaksasi dan
aktifitas terapeutik sesuai indikasi dan situasi individu.
-
Tampak rileks.
e. Fungsi
seksual dapat dipertahankan.
Kriteria hasil :
-
Menyatakan pemahaman situasi individual
-
Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah.
f. Klien
mengerti/memahami tentang penyakitnya.
Kriteria hasil :
-
Berpartisipasi dalam program pengobatan.
-
Melakukan perubahan prilaku yang perlu.
-
Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan
menjelaskan alasan tindakan.
No comments:
Post a Comment