A. Konsep Dasar Medik
1.
Pengertian
Kulit merupakan bagian
tubuh paling luar yang berguna melindungi diri dari trauma luka serta masuknya
benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan luka, yaitu
suatu keadaan terputusnya kontuinitas jaringan tubuh, yang dapat menyebabkan
terganggunya fungsi tubuh sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
(Buku Ajar Ilmu Bedah, 1988)
2. Jenis Luka
Berdasarkan sifat
kejadian, luka dibagi menjadi dua, yaitu luka disengaja dan luka tidak
disengaja. Luka disengaja misalnya luka terkena radiasi atau bedah, sedangkan
luka tidak disengaja. contohnya adalah luka terkena trauma. Luka yang tidak
disengaja (trauma) juga dapat dibagi menjadi luka tertutup dan luka terbuka.
a.
Disebut
luka tertutup jika tidak terjadi robekan, sedangkan luka terbuka jika terjadi
robekan dan kelihatan seperti luka
abrasio (luka akibat gesekan), luka puncture (luka akibat tusukan), dan
hautration (luka akibat alat perawatan luka). Vulnus scissum atau luka sayat
akibat benda tajam. Pinggir luka kelihatan rapi.
b.
Vulnus
contusum, luka memar dikarenakan cedera pada jaringan bawah kulit akibat
benturan benda tumpul.
c.
Vulnus
laceratum, luka robek akibat terkena mesin atau benda lainnya yang menyebabkan
robeknya jaringan / rusak yang dalam
d.
Vulnus
punctum, luka tusuk yang kecil di bagian luar (bagian mulut luka), akan tetapi
besar dibagian dalam luka.
e. Vulnus seloferadum luka tembak akibat
tembakan peluru. Bagian tepi luka tampak kehitam-hitaman.
f. Vulnus
morcum luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada bagian luka.
g. Vulnus abrasion
luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan tidak sampai ke pumbuluh darah.
Luka nonmekanik
terdiri atas luka akibat zat kimia, termik, radiasi, atau sengatan. (M.A.
Henderson, 1997).
3. Proses Penyembuhan Luka
a. Tahap Respons Inflamasi Akut Terhadap
Cedera
Tahap ini dimulai saat terjadinya luka. Pada tahap ini
terjadi proses hemostasis yang ditandai dengan pelepasan histamin dan mediator
lain lebih dari sel-sel yang rusak, disertai proses peradangan dan migrasi sel
darah putih ke daerah yang rusak.
b. Tahap Destruktif
Pada tahap ini terjadi pembersihan
jaringan yang mati oleh leukosit polimorfonuklear.
c. Tahap Poliperatif
Pada tahap ini pembuluh darah baru
diperkuat oleh jaringan ikat dan menginfiltrasi luka.
d. Tahap Maturasi
Pada tahap ini terjadi reepitelisasi, kontraksi luka, dan organisasi
jaringan ikat. (Jadi Purnawan)
4.
Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
a. Vaskularisasi
Mempengaruhi luka karena luka membutuhkan peredaran darah
yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
b. Anemia
Memperlambat proses penyembuhan luka
mengingat perbaikan sel membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu,
orang yang mengalami kekurangan kadar hemoglobin dalam darah akan mengalami
proses penyembuhan yang lebih lama.
c. Usia
Kecepatan
perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau kematangan usia
seseorang. Namun selanjutnya proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan
sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
d. Penyakit Lain
Mempengaruhi proses penyembuhan luka.
Adanya penyakit seperti diabetes melitus dan ginjal dapat memperhambat proses
penyembuhan luka.
e. Nutrisi
Merupakan
unsur utama dalam membantu perbaikan sel, terutama karena terdapat kandungan
zat gizi didalamnya.
f.
Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stress, mempengaruhi
proses penyembuhan luka. Orang yang terlalu gemuk, banyak mengonsumsi
obat-obatan, merokok atau stres akan mengalami proses penyembuhan luka yang
lebih lama. (C. Long Barbara, 1996).
5. Masalah Yang Terjadi Pada Luka
a.
Perdarahan, ditandai dengan adanya perdarahan disertai
perubahan tanda vital seperti kenaikan denyut nadi, kenaikan pernapasan ,
penurunan tekanan darah, melemahnya kondisi tubuh, kehausan, serta keadaan
kulit yang dingin dan lembab.
b.
Infeksi, terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit
kemerahan, demam atau panas, rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan di sekitar
luka mengeras, serta adanya kenaikan leukosit.
c.
Dehiscene, merupakan pecahnya luka sebagian atau
seluruhnya yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktosr, seperti kegemukan,
kekurangan nutrisi, terjadinya trauma, dan lain-lain. Sering ditandai dengan
kenaikan suhu tubuh (demam), takikardia, dan rasa nyeri pada daerah luka.
d.
Eviceration, yaitu menonjolnya organ tubuh bagian dalam
ke arah luar melalui luka. Hal ini dapat terjadi jika luka tidak segera menyatu
dengan baik atau akibat proses penyembuhan yang lambat. (M. A. Henderson,
1997).
6.
Penatalaksanaan (Kedaruratan) Luka Robek
a.
Jepit atau cukur rambut di sekitar luka (kecuali bulu
mata) hanya jika perlu (hal ini dilakukan bila diantisipasi bahwa rambut akan
mengganggu penutupan luka).
b.
Bersihkan sekeliling luka dengan zat yang diresepkan.
Jangan sampai cairan pembersih masuk ke luka, ini dapat mencederai jaringan
yang terpajan.
c.
Area luka diinfiltrasi dengan anestetik intradermal lokal
melalui margin luka atau dengan blok regional. (pasien dengan cedera jaringan
lunak biasanya merasa nyeri lokal pada daerah yang luka).
d.
Bantu dokter pada saat membersihkan luka dan melakukan
debridemen pada luka.
1)
Irigasi dengan perlahan dan gunakan cairan isotonik
steril untuk membuang kotoran di permukaan.
2)
Buang jaringan mati dan benda asing lain. Materi
ini merusak kemampuan luka untuk melawan infeksi.
3)
Klem dan ikat pembuluh kecil yang mengalami perdarahan,
atau lakukan hemostasis dengan jahitan.
e.
Jahit luka (biasanya dilakukan oleh dokter) jika
penutupan utama diindikasikan. Jahitan bergantung pada keadaan luka, waktu
selama cedera berlangsung, derajat kontaminasi dan vaskularisasi jaringan.
1)
Lemak subkutan disatukan dengan kendur menggunakan
sedikit jahitan untuk menutup ruangan mati.
2)
Lapisan subkutikuler kemudian ditutup.
3)
Epidermis ditutup kemudian : jahitan ditempatkan dekat
tepi luka dengan tepi kulit diratakan dengan hati-hati untuk meningkatkan
penyembuhan optimal.
4)
Strip steril dari plester mikrofor dapat digunakan untuk
luka superfisial bersih tertutup.
f.
Pasang balutan non adesip untuk melindungi luka (balutan
dapat berpindah sebagai bebat dan sebagai pengikat bagi pasien bahwa cedera
masih ada).
g.
Pelambatan penutupan primer.
1)
Dapat digunakan kasa lapisan tipis (untuk menjamin
drainase dan mencegah pengumpulan eksudat) ditutup dengan balutan oklusif. Pilihan
lain adalah graft kulit ketebalan sebagian dari kulit kadaver atau xenograft
babi karena ini merangsang fungsi epitel.
2)
Bebat luka dalam posisi istirahat untuk mencegah gerakan.
3)
Luka ditutup (dengan menggunakan anastesi lokal) ketika
tidak ada tanda supurasi.
h.
Memberikan pengobatan antimikrobial sesuai ketentuan
(penggunaan antibiotik bergantung pada faktor bagaimana terjadinya cedera, umur
luka dan adanya potensi infeksi tanah).
i.
Imobilisasi daerah luka jika terkontaminasi akumulasi
cairan dalam ruang interstifial luka.
j.
Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan berdasarkan
kondisi luka dan status imunisasi pasien.
k.
Informasikan pasien untuk menghubungi dokter atau ke
klinik bila nyeri tiba-tiba atau menetap, demam atau menggigil, perdarahan,
pembengkakan cepat, bau tidak sedap, drainase, atau kemerahan di sekitar luka.
(Brunner
& Suddarth, 2001)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian
kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien kepada
berbagai tatanan pelayanan dengan menggunakan metodologi proses keperawatan
berpedoman kepada standar keperawatan dilandasi etik dan etika keperawatan,
dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab perawat.
Dalam menyelesaikan masalah klien, perawat menggunakan
proses keperawatan sebagai metodologi pemecahan masalah secara ilmiah.
Perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien melalui proses keperawatan.
Teori dan konsep keperawatan diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan
terorganisir yang meliputi pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan dan
evaluasi.
1.
Pengkajian
Pengkajian
klien dengan kasus vulnus laceratummeliputi pengumpulan data dan analisa data. Dalam
pengumpulan sumber data klien diperoleh dari klien sediri, keluarga, dokter
ataupun dari catatan medis.
a.) Pengumpulan data.
1.) Biodata klien dan penanggung jawab
klien.
Biodata
klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, agama, tanggal masuk RS, nomor medik dan diagnosa medik.
2.) Keluhan utama
Merupakan
keluhan klien pada saat dikaji, klien mengalami vulnus dan imobilisasi biasanya
mengeluh tidak dapat melakukan pergerakan, nyeri, lemah, dan tidak dapat
melakukan sebagian aktivitas sehari-hari.
3.) Pemeriksaan fisik
Dilakukan
dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, terhadap berbagai sistem
tubuh maka ditemukan hal sebagai berikut.
a.) Keadaan umum
Pada
klien yang immobilisasi perlu dilihat dalam hal keadaan umum meliputi
penampilan, postur tubuh, kesadaran, dan gaya
bicara klien karena immobilisasi biasanya menyebabkan kelemahan, kebersihan
dirinya kurang, bentuk tubuh kurus akibat berat badan menurun.
b.) Aktivitas istirahat.
Apakah
ada keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena mungkin akibat vulnus
ini sendiri atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan ; nyeri).
c.)
Sirkulasi
Hipertensi
yaitu kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas atau hipotensi akibat
kehilangan darah.
d.) Neurosensori
Hilangnya
gerakan/sensasi spasme otot dengan tanda kebas/kesemutan/parestesi.
Adanya
deformitas lokal, anuglasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme
otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.
e.) Nyeri/kenyamanan
Nyeri
berat tiba-tiba pada saat oedema, mungkin terlokalisasi pada jaringan/kerusakan
tulang, dapat berkurang pada imobilisasi, tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
f.)
Keamanan
Lacerasi
kulit, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal (dapat meningkat secara
bertahap dan tiba-tiba).
4.) Pola aktivitas sehari-hari
Pola
aktivitas sehari-hari pada klien vulnus laceratum meliputi frekuensi makan,
jenis makanan, porsi makan, jenis dan kualitas minum dan kuantitas minum, dan
eliminasi yang meliputi BAB (frekuensi, warna, konsistensi) serta BAK
(frekuensi, banyaknya urine yang keluar setiap hari dan warna urine). Personal
hygiene (frekuensi mandi, gosok gigi, dan cuci rambut serta memotong kuku),
olahraga (frekuensi dan jenis), serta rekreasi (frekuensi dan tempat rekreasi).
5.) Data psikososial
Pengkajian
yang dilakukan pada klien vulnus laceratum immobilisasi pada dasarnya sama
dengan pengkajian psikososial pada sistem lain yaitu mengenai konsep diri
(gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri) dan
hubungan atau interaksi) klien dengan anggota keluarganya maupun dengan
lingkungan.
Pada
klien yang vulnus dan diimobilisasi adanya perubahan konsep diri terjadi secara
perlahan-lahan yang mana dapat dikenal melalui observasi terhadap perubahan
yang kurang wajar dalam status emosional, perubahan tingkah laku, menurunnya
kemampuan dalam masalah dan perubahan status tidur.
6.) Data spiritual
Klien
dengan vulnus laceratum perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya,
keyakinan, harapan, serta semangat yang terkandung dalam diri klien merupakan
aspek yang penting untuk kesembuhan penyakitnya.
7.) Data penunjang
-
Pemeriksaan rontgen, menentukan lokasi/luasnya vulnus/trauma.
-
Scan tulang tomogram, skan CI/MRI, memperlihatkan vulnus
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
-
Arteriogram, dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
-
Hitung darah lengkap, Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi vulnus atau organ
jauh pada trauma multipel).
-
Kreatinin
trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
-
Profil koagulasi,
perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel atau cedera
hati.
b.) Masalah
Masalah yang timbul pada klien luka :
1.) Nyeri.
2.)
Resiko infeksi
3.) Kecemasan.
4.) Gangguan integritas kulit.
5.) Kurang pengetahuan.
6.) Resiko terjadinya trauma tambahan.
7.) Resiko terjadinya ganggua perfusi
jaringan.
2.
Diagnosa
keperawatan
a.) Nyeri berhubungan dengan adanya luka
b.) Resiko terjadi gangguan gas
berhubungan dengan kurangnya pengembangan paru akibat adanya imobilisasi.
c.)
Gangguan
integritas kulit, dekubitus berhubungan dengan penurunan sirkulasi pada daerah
yang tertekan karena imobilisasi.
d.) Resiko terjadinya infeksi berhubungan
dengan luka terbuka yang masih basah.
e.)
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
yang adekuat.
3.
Perencanaan
a.)
Nyeri berhubungan dengan adanya luka.
·
Data subyektif : klien mengeluh nyeri, mengeluh bertambah
bila digerakkan.
·
Data obyektif : Ekspresi
wajah meringis, luka robek.
·
Tujuan
:
·
Nyeri berkurang/hilang dengan kriteria : tidak mengeluh
nyeri, ekspresi wajah ceria.
·
Tindakan
keperawatan
(1.) Kaji lokasi dan karakteristik nyeri.
Rasional : Mengetahui
asal, sifat, dan kapan datangnya nyeri sehingga dapat menentukan yang akan
diberikan dengan tepat.
(2.) Pertahankan immobilisasi secara
efektif dengan cara tirah baring.
Rasional : Mencegah
terjadinya gerakan yang sering dari area luka sehingga tidak merangsang saraf
yang menimbulkan nyeri.
(3.) Ajarkan tehnik penanganan rasa nyeri
kontrol stres dan cara relaksasi.
Rasional : Untuk
mengalihkan perhatian, meningkatkan kontrol rasa serta meningkatkan kemampuan
mengatasi rasa nyeri dan stres dalam periode yang lama..
(4.) Monitor keluhan, kemajuan serta
kemunduran dalam melokalisir nyeri yang tidak dapat hilang.
(5.)
Kolaborasi dengan tim medis dan pemberian analgetik.
Rasional : Analgetik
berfungsi untuk mengurangi rasa sakit.
b.) Resiko terjadi gangguan perfusi
jaringan berhubungan dengan gangguan arterio vena.
·
Data
subyektif : klien mengatakan bengkak daerah perifer.
·
Data
obyektif : adanya edema dan hematoma
sekitar vulnus, kulit pucat dan dingin
·
Tujuan
:
·
Tidak terjadi gangguan perfusi jaringan dengan kriteria :
-
Kulit hangat dan warna merah.
-
Nadi
teraba.
-
Ada pengisian pada kapiler.
·
Tindakan
keperawatan
(1.) Observasi warna dan suhu kulit serta
pengisian kembali pembuluh darah kapiler.
Rasional : Kulit
pucat dan dingin serta pengisian kembali
kapiler lambat atau tidak menunjukkan adanya kerusakan arteri sehingga membahayakan sistem perfusi jaringan.
(2.)
Palpasi kualitas nadi bagian distal pada daerah vulnus.
Rasional : Nadi
berkurang atau hilang menunjukkan luka pada pembuluh darah sehingga memerlukan
evaluasi secara segera oleh tim medis untuk memperbaiki sirkulasi.
(3.)
Lakukan penilaian neurovaskuler serta perhatikan
perubahan fungsi motorik/sensorik.
Rasional : Terganggunya
perasaan, mati rasa, sakit yang berkepanjangan, menunjukkan adanya kerusakan
saraf.
(4.)
Bebaskan alat-alat yang menekan seperti gips sirkuler
verband dan lain-lain
Rasional : Akan mengurangi
keterbatasan sirkulasi sehingga tidak mengakibatkan terbentuknya edema pada
ekstremitas.
(5.)
Berikan kantong es di sekeliling vulnus jika dibutuhkan.
Rasional : Dapat
mengurangi oedema atau terbentuknya hematom dan akan merusak sirkulasi.
c.)
Resiko terjadi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
kurangnya pengembangan paru akibat adanya imobilisasi.
·
Data
subyektif : -
·
Data
obyektif : Immobilisasi.
·
Tujuan :
-
Tidak
terjadi gangguan pertukaran gas dengan kriteria, pengembangan paru sempurna,
tidak ada wheezing dan ronchi, suara nafas vesikuler, frekuensi nafas normal 16
x/i.
·
Tindakan
keperawatan
(1.) Awasi frekwensi pernafasan, perhatikan
adanya stridor, penggunaan otot bantu, retraksi serta sianosis.
Rasional : Tachypnea,
dyspnea, serta perubahan mental sebagai indikator emboli paru pada tahap awal.
(2.)
Dengar bunyi nafas dan perhatikan pengembangan dada.
Rasional : Perubahan bunyi nafas
serta adanya nafas yang berulang dapat menunjukkan adanya komplikasi pernafasan,
misalnya pneumoni, atelektasis, emboli dan lain-lain.
(3.)
Anjurkan dan bantu klien breathing exercise berupa nafas
dalam dan batuk.
Rasional : Meningkatkan ventilasi
oksigen dan perfusi alveolar.
(4.) Rubah posisi tidur klien.
Rasional : Meningkatkan pengeluaran
sekresi serta mengurangi kongesti pada daerah paru yang bebas.
(5.)
Perhatikan bila ada kegelisahan, lethargi dan stupor.
Rasional : Terganggunya pertukaran
gas dapat menyebabkan keburukan dalam tingkat kesadaran seperti berkembangnya
hipoksemia dan asidosis.
d.)
Menurunnya mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler skeletal ekstremitas bawah.
·
Data subyektif : Klien mengatakan tidak mampu menggerakkan
ekstremitas bagian bawah.
·
Data obyektif : Vulnus laceratum, immobilisasi.
·
Tujuan : Klie
dapat melakukan mobilitas fisik dengan kritieria : dapat menggerakkan
ekstremitas yang tidak diimobilisasi, dapat mempertahankan mobilitas pada
tingkat possibilitas yang tinggi.
·
Tindakan
keperawatan
(1.) Kaji kemampuan fungsional.
Rasional : Mengenal
kekuatan dan memberikan informasi yang berhubungan dengan penyembuhan serta
tindakan yang akan diberikan.
(2.) Bantu klien melakukan range of motion
pasif/aktif pada ekstremitas yang sakit maupun tidak.
Rasional : Meningkatkan
aliran darah ke otot dan tulang, mencegah kontraktur, mengurangi atrofi dan
mempertahankan mobilitas tulang/sendi.
(3.) Mendorong klien melakukan latihan
isometrik untuk anggota badan yang tidak terpengaruh dengan imobilisasi.
Rasional : Membantu
menggerakkan anggota badan serta dapat mempertahankan kekuatan massa otot.
(4.) Kolaborasi dengan dokter/therapiest
untuk memungkinkan dilakukannya rehabilitasi.
Rasional : Berguna
dalam menggerakkan program latihan dan aktivitas secara individual
e.) Gangguan integritas kulit, dekubitus
berhubungan dengan penurunan sirkulasi pada daerah yang tertekan karena
imobilisasi, ditandai dengan :
·
Data
subyektif : Klien mengatakan rasa panas pada bokong dan punggung.
·
Data obyektif : Immobilisasi, warna kulit pada derah punggung
dan bokong pucat
·
Tujuan : Gangguan integritas kulit teratasi dengan
kriteria : tidak rasa panas pada daerah punggung dan bokong, kulit punggung dan
bokong berwarna merah, tidak nyeri.
·
Tindakan
keperawatan
(1.) Observasi daerah yang tertekan.
Rasional : Dapat
memberikan gambaran daerah yang sudah dekubitus, yang sudah terjadi ischemik
jaringan, serta tekanan pada kulit.
(2.)
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perasat.
Rasional : Merupakan suatu tindakan
yang paling penting untuk mencegah meluasnya infeksi karena sumber utama
terjadinya kontaminasi oleh mikroba.
(3.)
Bersihkan luka dekubitus dengan obat antiseptik.
Rasional : Mencegah masuk dan
berkembangnya kuman dalam luka yang dapat memperberat luka.
(4.)
Pijat daerah tulang dan kulit yang mendapat tekanan
dengan menggunankan lotion.
Rasional : Dapat
memperbaiki/meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya lecet pada kulit.
(5.)
Rubah posisi tidur dengan ganjalan bantal/kain pada daerah
yang tertekan.
Rasional : Mengurangi
tekanan terus menerus pada daerah tertekan.
(6.) Mandikan klien setiap hari.
Rasional : Kulit
bersih dan sirkulasi kulit lancar/baik.
f.)
Resiko
terjadinya infeksi berhubungan dengan luka terbuka yang masih basah.
·
Tujuan : Luka sembuh dengan kriteria tidak ada
tanda-tanda infeksi
·
Tindakan
keperawatan
(1.) Observasi keadaan luka klien.
Rasional : Dapat
mengetahui adanya infeksi secara dini.
(2.) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan tanda vital
merupakan salah satu gejala infeksi.
(3.) Gunakan tehnik aseptik dan antiseptik
dalam melakukan setiap tindakan.
Rasional : Memutuskan mata rantai
kuman penyebab infeksi sehingga infeksi tidak terjadi.
(4.)
Ganti balutan setiap hari dengan menggunakan balutan
steril.
Rasional : Menjaga agar luka tetap
bersih dan dapat menceah terjadinya kontaminasi.
(5.)
Beri antibiotik sesuai dengan program pengobatan
Rasional : Antibiotik membunuh kuman
penyebab infeksi.
g.)
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak
adekuat.
·
Data
subyektif : klien bertanya tentang penyakitnya.
·
Data obyektif : tidak kooperatif, gelisah.
·
Tujuan : pemahaman klien terpenuhi dengan kriteria :
klien tidak bertanya tentang penyakitnya, klien lebih kooperatif dalam prosedur
keperawatan.
·
Tindakan
keperawatan
(1.)
Jelaskan prosedur dan tindakan yang diberikan.
Rasional : Memberikan dan
meningkatkan pemahaman klien sehingga dapat mengerti dan koopertif dengan
tindakan yang diberikan.
(2.)
Jelaskan perlunya metode ambulasi yang tepat.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang tidak diinginkan dan akan memperlambat penyembuhan.
(3.)
Instruksikan pada klien agar mengatakan pada perawat bila
ada hal-hal yang tidak menyenangkan.
Rasional : Dapat
mengurangi stres dan kegelisahan.
4.
Pelaksanaan
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas
yang telah dicatat dalam renana perawatan pasien. Agar implementasi/
pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu
mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien
terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan
pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya
untuk : meningkatkan fungsi pernapasan, menghilangkan nyeri dan meningkatkan
istirahat, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, meningkatan
asupan nutrisi, memberikan informasi tentang penyakit, prosedur dan kebutuhan
pengobatan.
5.
Evaluasi.
Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah
mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan
bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang merupakan proses terus
menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana perawatan yang
dilaksanakan.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu,
karena setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien dicatat dan
dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan
respon pasien, revisi intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin
diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu
: pola nafas efektif, nyeri teratasi/terkontrol, tidak terjadi kekurangan
volume cairan, kebutuhan nutrisi terpenuhi, klien mengatakan pemahaman tentang
penyakitnya.
No comments:
Post a Comment