Monday 3 February 2014

ASUHAN KEPERAWATAN Ny.”T” DENGAN KASUS VULNUS LACERATUM SUPRA ILIAKA DEXTRA DI RUANG PERAWATAN BEDAH RUMAH SAKIT UMUM



A.   Konsep Dasar Medik

1.                    Pengertian
Kulit merupakan bagian tubuh paling luar yang berguna melindungi diri dari trauma luka serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan luka, yaitu suatu keadaan terputusnya kontuinitas jaringan tubuh, yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. (Buku Ajar Ilmu Bedah, 1988)
2.    Jenis Luka
Berdasarkan sifat kejadian, luka dibagi menjadi dua, yaitu luka disengaja dan luka tidak disengaja. Luka disengaja misalnya luka terkena radiasi atau bedah, sedangkan luka tidak disengaja. contohnya adalah luka terkena trauma. Luka yang tidak disengaja (trauma) juga dapat dibagi menjadi luka tertutup dan luka terbuka.
a.       Disebut luka tertutup jika tidak terjadi robekan, sedangkan luka terbuka jika terjadi robekan dan kelihatan  seperti luka abrasio (luka akibat gesekan), luka puncture (luka akibat tusukan), dan hautration (luka akibat alat perawatan luka). Vulnus scissum atau luka sayat akibat benda tajam. Pinggir luka kelihatan rapi.
b.      Vulnus contusum, luka memar dikarenakan cedera pada jaringan bawah kulit akibat benturan benda tumpul.
c.       Vulnus laceratum, luka robek akibat terkena mesin atau benda lainnya yang menyebabkan robeknya jaringan / rusak yang dalam
d.      Vulnus punctum, luka tusuk yang kecil di bagian luar (bagian mulut luka), akan tetapi besar dibagian dalam luka.
e.       Vulnus seloferadum luka tembak akibat tembakan peluru. Bagian tepi luka tampak kehitam-hitaman.
f.       Vulnus morcum luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada bagian luka.
g.      Vulnus abrasion luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan tidak sampai ke pumbuluh darah.
            Luka nonmekanik terdiri atas luka akibat zat kimia, termik, radiasi, atau sengatan. (M.A. Henderson, 1997).
3.    Proses Penyembuhan Luka
a.    Tahap Respons Inflamasi Akut Terhadap Cedera
      Tahap ini dimulai saat terjadinya luka. Pada tahap ini terjadi proses hemostasis yang ditandai dengan pelepasan histamin dan mediator lain lebih dari sel-sel yang rusak, disertai proses peradangan dan migrasi sel darah putih ke daerah yang rusak.


b.    Tahap Destruktif
            Pada tahap ini terjadi pembersihan jaringan yang mati oleh leukosit polimorfonuklear.
c.    Tahap Poliperatif
Pada tahap ini pembuluh darah baru diperkuat oleh jaringan ikat dan menginfiltrasi luka.
d.    Tahap Maturasi
Pada tahap ini terjadi reepitelisasi, kontraksi luka, dan organisasi jaringan ikat. (Jadi Purnawan)
4.    Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
a.    Vaskularisasi
Mempengaruhi luka karena luka membutuhkan peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
b.    Anemia
Memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu, orang yang mengalami kekurangan kadar hemoglobin dalam darah akan mengalami proses penyembuhan yang lebih lama.
c.    Usia
Kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
d.    Penyakit Lain
      Mempengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya penyakit seperti diabetes melitus dan ginjal dapat memperhambat proses penyembuhan luka.
e.    Nutrisi
      Merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel, terutama karena terdapat kandungan zat gizi didalamnya.
f.     Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stress, mempengaruhi proses penyembuhan luka. Orang yang terlalu gemuk, banyak mengonsumsi obat-obatan, merokok atau stres akan mengalami proses penyembuhan luka yang lebih lama. (C. Long Barbara, 1996).
5.  Masalah Yang Terjadi Pada Luka
a.    Perdarahan, ditandai dengan adanya perdarahan disertai perubahan tanda vital seperti kenaikan denyut nadi, kenaikan pernapasan , penurunan tekanan darah, melemahnya kondisi tubuh, kehausan, serta keadaan kulit yang dingin dan lembab.
b.    Infeksi, terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demam atau panas, rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan di sekitar luka mengeras, serta adanya kenaikan leukosit.
c.    Dehiscene, merupakan pecahnya luka sebagian atau seluruhnya yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktosr, seperti kegemukan, kekurangan nutrisi, terjadinya trauma, dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan suhu tubuh (demam), takikardia, dan rasa nyeri pada daerah luka.
d.    Eviceration, yaitu menonjolnya organ tubuh bagian dalam ke arah luar melalui luka. Hal ini dapat terjadi jika luka tidak segera menyatu dengan baik atau akibat proses penyembuhan yang lambat. (M. A. Henderson, 1997).
6.    Penatalaksanaan (Kedaruratan) Luka Robek
a.    Jepit atau cukur rambut di sekitar luka (kecuali bulu mata) hanya jika perlu (hal ini dilakukan bila diantisipasi bahwa rambut akan mengganggu penutupan luka).
b.    Bersihkan sekeliling luka dengan zat yang diresepkan. Jangan sampai cairan pembersih masuk ke luka, ini dapat mencederai jaringan yang terpajan.
c.    Area luka diinfiltrasi dengan anestetik intradermal lokal melalui margin luka atau dengan blok regional. (pasien dengan cedera jaringan lunak biasanya merasa nyeri lokal pada daerah yang luka).
d.    Bantu dokter pada saat membersihkan luka dan melakukan debridemen pada luka.
1)    Irigasi dengan perlahan dan gunakan cairan isotonik steril untuk membuang kotoran di permukaan.
2)    Buang jaringan mati dan benda asing lain. Materi ini merusak kemampuan luka untuk melawan infeksi.
3)    Klem dan ikat pembuluh kecil yang mengalami perdarahan, atau lakukan hemostasis dengan jahitan.
e.    Jahit luka (biasanya dilakukan oleh dokter) jika penutupan utama diindikasikan. Jahitan bergantung pada keadaan luka, waktu selama cedera berlangsung, derajat kontaminasi dan vaskularisasi jaringan.
1)    Lemak subkutan disatukan dengan kendur menggunakan sedikit jahitan untuk menutup ruangan mati.
2)    Lapisan subkutikuler kemudian ditutup.
3)    Epidermis ditutup kemudian : jahitan ditempatkan dekat tepi luka dengan tepi kulit diratakan dengan hati-hati untuk meningkatkan penyembuhan optimal.
4)    Strip steril dari plester mikrofor dapat digunakan untuk luka superfisial bersih tertutup.
f.     Pasang balutan non adesip untuk melindungi luka (balutan dapat berpindah sebagai bebat dan sebagai pengikat bagi pasien bahwa cedera masih ada).
g.    Pelambatan penutupan primer.
1)    Dapat digunakan kasa lapisan tipis (untuk menjamin drainase dan mencegah pengumpulan eksudat) ditutup dengan balutan oklusif. Pilihan lain adalah graft kulit ketebalan sebagian dari kulit kadaver atau xenograft babi karena ini merangsang fungsi epitel.
2)    Bebat luka dalam posisi istirahat untuk mencegah gerakan.
3)    Luka ditutup (dengan menggunakan anastesi lokal) ketika tidak ada tanda supurasi.
h.    Memberikan pengobatan antimikrobial sesuai ketentuan (penggunaan antibiotik bergantung pada faktor bagaimana terjadinya cedera, umur luka dan adanya potensi infeksi tanah).
i.      Imobilisasi daerah luka jika terkontaminasi akumulasi cairan dalam ruang interstifial luka.
j.      Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan berdasarkan kondisi luka dan status imunisasi pasien.
k.    Informasikan pasien untuk menghubungi dokter atau ke klinik bila nyeri tiba-tiba atau menetap, demam atau menggigil, perdarahan, pembengkakan cepat, bau tidak sedap, drainase, atau kemerahan di sekitar luka.
(Brunner & Suddarth, 2001)

 

B.   Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien kepada berbagai tatanan pelayanan dengan menggunakan metodologi proses keperawatan berpedoman kepada standar keperawatan dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab perawat.
Dalam menyelesaikan masalah klien, perawat menggunakan proses keperawatan sebagai metodologi pemecahan masalah secara ilmiah.
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien melalui proses keperawatan. Teori dan konsep keperawatan diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan terorganisir yang meliputi pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi.
1.    Pengkajian
Pengkajian klien dengan kasus vulnus laceratummeliputi pengumpulan data dan analisa data. Dalam pengumpulan sumber data klien diperoleh dari klien sediri, keluarga, dokter ataupun dari catatan medis.
a.)  Pengumpulan data.
1.)  Biodata klien dan penanggung jawab klien.
Biodata klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama, tanggal masuk RS, nomor medik dan diagnosa medik.
2.)  Keluhan utama
Merupakan keluhan klien pada saat dikaji, klien mengalami vulnus dan imobilisasi biasanya mengeluh tidak dapat melakukan pergerakan, nyeri, lemah, dan tidak dapat melakukan sebagian aktivitas sehari-hari.
3.)  Pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, terhadap berbagai sistem tubuh maka ditemukan hal sebagai berikut.
a.)  Keadaan umum
Pada klien yang immobilisasi perlu dilihat dalam hal keadaan umum meliputi penampilan, postur tubuh, kesadaran, dan gaya bicara klien karena immobilisasi biasanya menyebabkan kelemahan, kebersihan dirinya kurang, bentuk tubuh kurus akibat berat badan menurun.
b.)  Aktivitas istirahat.
Apakah ada keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena mungkin akibat vulnus ini sendiri atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan ; nyeri).
c.)   Sirkulasi
Hipertensi yaitu kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas atau hipotensi akibat kehilangan darah.
d.)  Neurosensori
Hilangnya gerakan/sensasi spasme otot dengan tanda kebas/kesemutan/parestesi.
Adanya deformitas lokal, anuglasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.
e.)  Nyeri/kenyamanan
Nyeri berat tiba-tiba pada saat oedema, mungkin terlokalisasi pada jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi, tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
f.)    Keamanan
Lacerasi kulit, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap dan tiba-tiba).
4.)  Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas sehari-hari pada klien vulnus laceratum meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan kualitas minum dan kuantitas minum, dan eliminasi yang meliputi BAB (frekuensi, warna, konsistensi) serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang keluar setiap hari dan warna urine). Personal hygiene (frekuensi mandi, gosok gigi, dan cuci rambut serta memotong kuku), olahraga (frekuensi dan jenis), serta rekreasi (frekuensi dan tempat rekreasi).
5.)  Data psikososial
Pengkajian yang dilakukan pada klien vulnus laceratum immobilisasi pada dasarnya sama dengan pengkajian psikososial pada sistem lain yaitu mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri) dan hubungan atau interaksi) klien dengan anggota keluarganya maupun dengan lingkungan.
Pada klien yang vulnus dan diimobilisasi adanya perubahan konsep diri terjadi secara perlahan-lahan yang mana dapat dikenal melalui observasi terhadap perubahan yang kurang wajar dalam status emosional, perubahan tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam masalah dan perubahan status tidur.
6.)  Data spiritual
Klien dengan vulnus laceratum perlu dikaji tentang agama dan kepribadiannya, keyakinan, harapan, serta semangat yang terkandung dalam diri klien merupakan aspek yang penting untuk kesembuhan penyakitnya.
7.)  Data penunjang
-          Pemeriksaan rontgen, menentukan lokasi/luasnya vulnus/trauma.
-          Scan tulang tomogram, skan CI/MRI, memperlihatkan vulnus juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
-          Arteriogram, dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
-          Hitung darah lengkap, Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi vulnus atau organ jauh pada trauma multipel).
-          Kreatinin trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
-          Profil koagulasi, perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel atau cedera hati.
b.)  Masalah
Masalah yang timbul pada klien luka :
1.)  Nyeri.
2.)  Resiko infeksi
3.)  Kecemasan.
4.)  Gangguan integritas kulit.
5.)  Kurang pengetahuan.
6.)  Resiko terjadinya trauma tambahan.
7.)  Resiko terjadinya ganggua perfusi jaringan.
2.    Diagnosa keperawatan
a.)  Nyeri berhubungan dengan adanya luka
b.)  Resiko terjadi gangguan gas berhubungan dengan kurangnya pengembangan paru akibat adanya imobilisasi.
c.)   Gangguan integritas kulit, dekubitus berhubungan dengan penurunan sirkulasi pada daerah yang tertekan karena imobilisasi.
d.)  Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka terbuka yang masih basah.
e.)  Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang adekuat.
3.    Perencanaan
a.)  Nyeri berhubungan dengan adanya luka.
·         Data subyektif    :     klien mengeluh nyeri, mengeluh bertambah bila digerakkan.
·         Data obyektif  :   Ekspresi wajah meringis, luka robek.
·         Tujuan :
·         Nyeri berkurang/hilang dengan kriteria : tidak mengeluh nyeri, ekspresi wajah ceria.
·         Tindakan keperawatan
(1.)  Kaji lokasi dan karakteristik nyeri.
Rasional  :   Mengetahui asal, sifat, dan kapan datangnya nyeri sehingga dapat menentukan yang akan diberikan dengan tepat.
(2.) Pertahankan immobilisasi secara efektif dengan cara tirah baring.
Rasional      : Mencegah terjadinya gerakan yang sering dari area luka sehingga tidak merangsang saraf yang menimbulkan nyeri.
(3.) Ajarkan tehnik penanganan rasa nyeri kontrol stres dan cara relaksasi.
Rasional  :   Untuk mengalihkan perhatian, meningkatkan kontrol rasa serta meningkatkan kemampuan mengatasi rasa nyeri dan stres dalam periode yang lama..
(4.) Monitor keluhan, kemajuan serta kemunduran dalam melokalisir nyeri yang tidak dapat hilang.
(5.) Kolaborasi dengan tim medis dan pemberian analgetik.
Rasional  :   Analgetik berfungsi untuk mengurangi rasa sakit.
b.)  Resiko terjadi gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan arterio vena.
·         Data subyektif    :     klien mengatakan bengkak daerah perifer.
·         Data obyektif  :   adanya edema dan hematoma sekitar vulnus, kulit pucat dan dingin
·         Tujuan :
·         Tidak terjadi gangguan perfusi jaringan dengan kriteria :
-          Kulit hangat dan warna merah.
-          Nadi teraba.
-          Ada pengisian pada kapiler.
·         Tindakan keperawatan
(1.) Observasi warna dan suhu kulit serta pengisian kembali pembuluh darah kapiler.
Rasional  :   Kulit pucat  dan dingin serta pengisian kembali kapiler lambat atau tidak menunjukkan adanya kerusakan arteri sehingga  membahayakan sistem perfusi jaringan.
(2.) Palpasi kualitas nadi bagian distal pada daerah vulnus.
Rasional  :   Nadi berkurang atau hilang menunjukkan luka pada pembuluh darah sehingga memerlukan evaluasi secara segera oleh tim medis untuk memperbaiki sirkulasi.
(3.) Lakukan penilaian neurovaskuler serta perhatikan perubahan fungsi motorik/sensorik.
Rasional  :   Terganggunya perasaan, mati rasa, sakit yang berkepanjangan, menunjukkan adanya kerusakan saraf.
(4.) Bebaskan alat-alat yang menekan seperti gips sirkuler verband dan lain-lain
Rasional  :   Akan mengurangi keterbatasan sirkulasi sehingga tidak mengakibatkan terbentuknya edema pada ekstremitas.
(5.) Berikan kantong es di sekeliling vulnus jika dibutuhkan.
Rasional  :   Dapat mengurangi oedema atau terbentuknya hematom dan akan merusak sirkulasi.
c.)   Resiko terjadi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya pengembangan paru akibat adanya imobilisasi.
·         Data subyektif  :   -
·         Data obyektif     :   Immobilisasi.
·         Tujuan               :  
-          Tidak terjadi gangguan pertukaran gas dengan kriteria, pengembangan paru sempurna, tidak ada wheezing dan ronchi, suara nafas vesikuler, frekuensi nafas normal 16 x/i.


·         Tindakan keperawatan
(1.) Awasi frekwensi pernafasan, perhatikan adanya stridor, penggunaan otot bantu, retraksi serta sianosis.
Rasional  :   Tachypnea, dyspnea, serta perubahan mental sebagai indikator emboli paru pada tahap awal.
(2.) Dengar bunyi nafas dan perhatikan pengembangan dada.
Rasional  :   Perubahan bunyi nafas serta adanya nafas yang berulang dapat menunjukkan adanya komplikasi pernafasan, misalnya pneumoni, atelektasis, emboli dan lain-lain.
(3.) Anjurkan dan bantu klien breathing exercise berupa nafas dalam dan batuk.
Rasional  :   Meningkatkan ventilasi oksigen dan perfusi alveolar.
(4.) Rubah posisi tidur klien.
Rasional  :   Meningkatkan pengeluaran sekresi serta mengurangi kongesti pada daerah paru yang bebas.
(5.) Perhatikan bila ada kegelisahan, lethargi dan stupor.
Rasional  :   Terganggunya pertukaran gas dapat menyebabkan keburukan dalam tingkat kesadaran seperti berkembangnya hipoksemia dan asidosis.
d.)  Menurunnya mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler skeletal ekstremitas bawah.
·         Data subyektif  :   Klien mengatakan tidak mampu menggerakkan ekstremitas bagian bawah.
·         Data obyektif     :   Vulnus laceratum, immobilisasi.
·         Tujuan               :   Klie dapat melakukan mobilitas fisik dengan kritieria : dapat menggerakkan ekstremitas yang tidak diimobilisasi, dapat mempertahankan mobilitas pada tingkat possibilitas yang tinggi.
·         Tindakan keperawatan
(1.) Kaji kemampuan fungsional.
Rasional  :   Mengenal kekuatan dan memberikan informasi yang berhubungan dengan penyembuhan serta tindakan yang akan diberikan.
(2.) Bantu klien melakukan range of motion pasif/aktif pada ekstremitas yang sakit maupun tidak.
Rasional  :   Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang, mencegah kontraktur, mengurangi atrofi dan mempertahankan mobilitas tulang/sendi.
(3.) Mendorong klien melakukan latihan isometrik untuk anggota badan yang tidak terpengaruh dengan imobilisasi.
Rasional  :   Membantu menggerakkan anggota badan serta dapat mempertahankan kekuatan massa otot.
(4.) Kolaborasi dengan dokter/therapiest untuk memungkinkan dilakukannya rehabilitasi.
Rasional  :   Berguna dalam menggerakkan program latihan dan aktivitas secara individual
e.)  Gangguan integritas kulit, dekubitus berhubungan dengan penurunan sirkulasi pada daerah yang tertekan karena imobilisasi, ditandai dengan :
·         Data subyektif  :   Klien mengatakan rasa panas pada bokong dan punggung.
·         Data obyektif     :   Immobilisasi, warna kulit pada derah punggung dan bokong pucat
·         Tujuan               :   Gangguan integritas kulit teratasi dengan kriteria : tidak rasa panas pada daerah punggung dan bokong, kulit punggung dan bokong berwarna merah, tidak nyeri.
·         Tindakan keperawatan
(1.) Observasi daerah yang tertekan.
Rasional  :   Dapat memberikan gambaran daerah yang sudah dekubitus, yang sudah terjadi ischemik jaringan, serta tekanan pada kulit.
(2.) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perasat.
Rasional  :   Merupakan suatu tindakan yang paling penting untuk mencegah meluasnya infeksi karena sumber utama terjadinya kontaminasi oleh mikroba.
(3.) Bersihkan luka dekubitus dengan obat antiseptik.
Rasional  :   Mencegah masuk dan berkembangnya kuman dalam luka yang dapat memperberat luka.
(4.) Pijat daerah tulang dan kulit yang mendapat tekanan dengan menggunankan lotion.
Rasional  :   Dapat memperbaiki/meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya lecet pada kulit.
(5.) Rubah posisi tidur dengan ganjalan bantal/kain pada daerah yang tertekan.
Rasional  :   Mengurangi tekanan terus menerus pada daerah tertekan.
(6.) Mandikan klien setiap hari.
Rasional  :   Kulit bersih dan sirkulasi kulit lancar/baik.
f.)    Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka terbuka yang masih basah.
·         Tujuan : Luka sembuh dengan kriteria tidak ada tanda-tanda infeksi
·         Tindakan keperawatan
(1.) Observasi keadaan luka klien.
Rasional  :   Dapat mengetahui adanya infeksi secara dini.
(2.) Monitor tanda-tanda vital
Rasional  :   Peningkatan tanda vital merupakan salah satu gejala infeksi.
(3.) Gunakan tehnik aseptik dan antiseptik dalam melakukan setiap tindakan.
Rasional  :   Memutuskan mata rantai kuman penyebab infeksi sehingga infeksi tidak terjadi.
(4.) Ganti balutan setiap hari dengan menggunakan balutan steril.
Rasional  :   Menjaga agar luka tetap bersih dan dapat menceah terjadinya kontaminasi.


(5.) Beri antibiotik sesuai dengan program pengobatan
Rasional  :   Antibiotik membunuh kuman penyebab infeksi.
g.)  Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat.
·         Data subyektif  :   klien bertanya tentang penyakitnya.
·         Data obyektif     :   tidak kooperatif, gelisah.
·         Tujuan               :   pemahaman klien terpenuhi dengan kriteria : klien tidak bertanya tentang penyakitnya, klien lebih kooperatif dalam prosedur keperawatan.
·         Tindakan keperawatan
(1.) Jelaskan prosedur dan tindakan yang diberikan.
Rasional  :   Memberikan dan meningkatkan pemahaman klien sehingga dapat mengerti dan koopertif dengan tindakan yang diberikan.
(2.) Jelaskan perlunya metode ambulasi yang tepat.
Rasional  :   Untuk mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan dan akan memperlambat penyembuhan.
(3.) Instruksikan pada klien agar mengatakan pada perawat bila ada hal-hal yang tidak menyenangkan.
Rasional  :   Dapat mengurangi stres dan kegelisahan.
4.    Pelaksanaan
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam renana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk : meningkatkan fungsi pernapasan, menghilangkan nyeri dan meningkatkan istirahat, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, meningkatan asupan nutrisi, memberikan informasi tentang penyakit, prosedur dan kebutuhan pengobatan.

5.    Evaluasi.
Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang merupakan proses terus menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana perawatan yang dilaksanakan.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu, karena setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : pola nafas efektif, nyeri teratasi/terkontrol, tidak terjadi kekurangan volume cairan, kebutuhan nutrisi terpenuhi, klien mengatakan pemahaman tentang penyakitnya.

No comments:

Post a Comment