1.
Pengertian Hipertropi Prostat
Hipertropi
Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Wim de Jong,
1998).
2.
Etiologi
Banyak teori yang menjelaskan terjadinya pembesaran
kelenjar prostat, namun sampai sekarang belum ada kesepakatan mengenai hal
tersebut. Ada
beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami
hiperplasia, yaitu :
a.
Teori Sel Stem (Isaacs 1984, 1987)
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada
keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady
state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih
cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.
b.
Teori MC Neal (1978)
Menurut MC. Neal,
pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah
proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona
periurethral.
c.
Teori Di Hidro Testosteron (DHT)
Testosteron adalah hormon pria yang dihasilkan oleh sel leyding.
Testosteron sebagian besar dihasilkan oleh kedua testis, sehingga timbulnya
pembesaran prostat memerlukan adanya testis yang normal. Jumlah testosteron
yang dihasilkan oleh testis kira-kira 90 % dari seluruh produksi testosteron,
sedang yang 10 % dihasilkan oleh kelenjar
adrenal.
Sebagian besar testosteron dalam tubuh berada dalam keadaan terikat
dengan protein dalam bentuk Serum
Binding Hormon (SBH). Sekitar 2 % testosteron berada dalam keadaan
bebas. Hormon yang bebas inilah yang memegang peranan dalam proses terjadinya
pembesaran kelenjar prostat. Testosteron
bebas dapat masuk ke dalam sel prostat dengan menembus membran sel ke
dalam sitoplasma sel prostat sehingga
membentuk DHT – reseptor komplek yang akan mempengaruhi Asam Ribo Nukleat (RNA)
yang dapat menyebabkan terjadinya sintetis protein sehingga dapat terjadi
proliferasi sel (MC Connel 1990). Perubahan keseimbangan testosteron dan
estrogen dapat terjadi dengan bertambahnya usia ± 50 tahun ke atas.
3.
Anatomi Dan Fisiologi
Spincter
externa mengelilingi urethra di bawah vesica urinaria pada wanita, tetapi pada
laki-laki terdapat kelenjar prostat yang berada dibelakang spincter penutup
urethra. Prostat mengekskresikan cairannya ke dalam urethra pada saat
ejakulasi, cairan prostat ini memberi makanan kepada sperma. Cairan ini
memasuki urethra pars prostatika dari vas deferens.
Prostat dilewati oleh :
a. Ductus
ejakulatorius, terdiri dari 2 buah berasal dari vesica seminalis bermuara ke
urethra.
b. Urethra
itu sendiri, yang panjangnya 17 – 23 cm.
Secara otomatis besarnya
prostat adalah sebagai berikut :
a. Transversal : 1,5 inchi
b. Vertical : 1,25 inchi
c. Anterior
Posterior : 0,75 inchi
Prostat terdiri dari 5
lobus yaitu :
a. Dua
lobus lateralis
b. Satu
lobus posterior
c. Satu
lobus anterior
d. Satu
lobus medial
Kelenjar prostat
kira-kira sebesar buah kenari besar, letaknya di bawah kandung kencing.
Normal beratnya prostat
pada orang dewasa diperkirakan 20 gram.
4. Patofisiologi
Biasanya
ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Adanya obstruksi jalan kemih
berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes
pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi melemah, dan rasa belum puas selesai
miksi. Gejala iritasi disebabkan oleh hipersentivitas otot detrusor, berarti
bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala
obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal
berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi
terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran
prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesica sering
berkontraksi meskipun belum penuh. Keadaan ini membuat sistem scoring untuk
menentukan beratnya keluhan klinik penderita hipertropi prostat.
Apabila
vesica menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sehingga pada akhir
miksi masih ditemukan sisa urine di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi.
Jika
keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga
penderita tidak mampu lagi miksi karena produksi urine terus terjadi maka pada
suatu saat vesika tidak mampu lagi menahan urine, sehingga tekanan vesika terus
meningakat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dari pada tekanan
spincter dan obstruksi, akan terjadi Inkotinensia Paradoks Retensi kronik
menyebabkan refluks vesicoureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal.
Proses kerusakan ginjal dipercepat bila ada infeksi.
Pada
waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan
hernia atau haemorhoid. Karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu
endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
menimbulkan hematuria. Batu tersebut
dapat pula menyebabkan cystitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pyelonefritis.
Ada 3 cara untuk mengukur besarnya hipertropi
prostat, yaitu (a) rectal grading (b) clinical grading dan (c) intra urethra
grading.
a. Rectal
grading
Recthal
grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan buli-buli kosong. Sebab
bila buli-buli penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian. Dengan rectal
toucher diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan
rectum. Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade. Pembagian grade
sebagai berikut :
0 - 1 cm……….: Grade 0
1 – 2 cm……….: Grade 1
2 - 3 cm……….: Grade 2
3 – 4 cm……….: Grade 3
Lebih 4 cm…….: Grade 4
Biasanya
pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat diraba karena benjolan masuk
ke dalam cavum rectum. Dengan menentukan rectal grading maka didapatkan kesan
besar dan beratnya prostat dan juga penting untuk menentukan macam tindakan
operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1), maka terapi yang baik adalah
T.U.R (Trans Urethral Resection) Bila prostat besar sekali (grade 3-4) dapat
dilakukan prostatektomy terbuka secara trans vesical.
b. Clinical
grading
Pada
pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine. Pengukuran ini
dilakukan dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh kencing sampai
selesai, kemudian dimasukkan kateter ke dalam kandung kemih untuk mengukur sisa
urine.
Sisa urine 0 cc……………….…… Normal
Sisa urine 0 – 50
cc…………….… Grade 1
Sisa urine 50 – 150
cc……………. Grade 2
Sisa urine >150
cc……………...… Grade 3
Sama sekali tidak bisa
kencing…... Grade 4
c. Intra
urethra grading
Untuk
melihat seberapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen urethra.
Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan penendoskopy dan sudah menjadi bidang
dari urology yang spesifik.
Efek yang dapat terjadi
akibat hypertropi prostat:
1) Terhadap
urethra
Bila
lobus medius membesar, biasanya arah ke atas mengakibatkan urethra pars
prostatika bertambah panjang, dan oleh karena fiksasi ductus ejaculatorius maka
perpanjangan akan berputar dan mengakibatkan sumbatan.
2) Terhadap
vesica urinaria
Pada
vesica urinaria akan didapatkan hypertropi otot sebagai akibat dari proses
kompensasi, dimana muscle fibro menebal ini didapatkan bagian yang mengalami
depresi (lekukan) yang disebut potensial divertikula.
Pada
proses yang lebih lama akan terjadi dekompensasi dari pada otot-otot yang
hypertropi dan akibatnya terjadi atonia (tidak ada kekuatan) dari pada
otot-otot tersebut.
Kalau
pembesaran terjadi pada medial lobus, ini akan membentuk suatu post prostatika
pouch, ini adalah kantong yang terdapat pada kandung kencing dibelakang medial
lobe.
Post
prostatika adalah sebagai sumber dari terbentuknya residual urine (urine yang
tersisa) dan pada post prostatika pouch ini juga selalu didapati adanya
batu-batu di kandung kemih.
3) Terhadap
ureter dan ginjal
Kalau
keadaan urethra vesica valve baik, maka tekanan ke ekstra vesikel tidak
diteruskan ke atas, tetapi bila valve ini rusak maka tekanan diteruskan ke
atas, akibatnya otot-otot calyces, pelvis, ureter sendiri mengalami hipertropy
dan akan mengakibatkan hidronefrosis dan akibat lanjut uremia.
4) Terhadap
sex organ
Mula-mula
libido meningkat, teatapi akhirnya libido menurun.
5.
Gejala Klinik
Terbagi
4 grade yaitu :
a. Pada
grade 1 (congestic)
1.) Mula-mula
pasien berbulan atau beberapa tahun susah kencing dan mulai mengedan.
2.) Kalau
miksi merasa tidak puas.
3.) Urine
keluar menetes dan pancaran lemah.
4.) Nocturia
5.) Urine
keluar malam hari lebih dari normal.
6.) Ereksi
lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal.
7.) Pada
cytoscopy kelihatan hyperemia dari orificium urethra interna. Lambat laun
terjadi varices akhirnya bisa terjadi perdarahan (blooding)
b. Pada
grade 2 (residual)
1.) Bila
miksi terasa panas.
2.) Dysuri
nocturi bertambah berat.
3.) Tidak
bisa buang air kecil (kencing tidak puas).
4.) Bisa
terjadi infeksi karena sisa air kencing.
5.) Terjadi
panas tinggi dan bisa menggigil.
6.) Nyeri
pada daerah pinggang (menjalar ke ginjal).
c. Pada
grade 3 (retensi urine)
1.) Ischuria
paradosal.
2.) Incontinensia
paradosal.
d. Pada
grade 4
1.) Kandung
kemih penuh.
2.) Penderita
merasa kesakitan.
3.) Air
kencing menetes secara periodik yang disebut over flow incontinensia.
4.) Pada
pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor, karena
bendungan yang hebat.
5.) Dengan
adanya infeksi penderita bisa menggigil dan panas tinggi sekitar 40 – 410
C.
6.) Selanjutnya
penderita bisa koma.
6. Diagnostik
test
Diagnosa
klinik pembesaran prostat dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sebagai berikut :
a. Anamnese
yang baik
b. Pemeriksaan
fisik
Dapat dilakukan dengan
pemeriksaan rectal toucher, dimana pada pembesaran prostat jinak akan teraba
adanya massa
pada dinding depan rectum yang konsistensinya kenyal, yang kalau belum terlalu
besar masih dapat dicapai batas atasnya dengan ujung jari, sedang apabila batas
atasnya sudah tidak teraba biasanya jaringan prostat sudah lebih dari 60 gr.
c. Pemeriksaan
sisa kencing
d. Pemeriksaan
ultra sonografi (USG)
Dapat dilakukan dari
supra pubic atau transrectal (Trans Rectal Ultra Sonografi :TRUS). Untuk
keperluan klinik supra pubic cukup untuk memperkirakan besar dan anatomi
prostat, sedangkan TRUS biasanya diperlukan untuk mendeteksi keganasan.
e. Pemeriksaan
endoskopy
Bila pada pemeriksaan
rectal toucher, tidak terlalu menonjol tetapi gejala prostatismus sangat jelas
atau untuk mengetahui besarnya prostat yang menonjol ke dalam lumen.
f. Pemeriksaan
radiologi
Dengan pemeriksaan
radiology seperti foto polos perut dan pyelografi intra vena yang sering
disebut IVP (Intra Venous Pyelografi) dan BNO (Buich Nier Oversich). Pada pemeriksaan
lain pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek irisan kontras pada
dasar kandung kemih dan ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti
mata kail/pancing (fisa hook appearance).
g. Pemeriksaan
CT- Scan dan MRI
Computed Tomography
Scanning (CT-Scan) dapat memberikan gambaran adanya pembesaran prostat,
sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran prostat
pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan, namun
pameriksaan ini jarang dilakukan karena mahal biayanya.
h. Pemeriksaan
sistografi
Dilakukan apabila pada
anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine ditemukan
mikrohematuria. pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di
dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dari
muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat
juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang urethra
pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam urethra.
i. Pemeriksaan
lain
Secara spesifik untuk
pemeriksaan pembesaran prostat jinak belum ada, yang ada ialah pemeriksaan
penanda adanya tumor untuk karsinoma prostat yaitu pemeriksaan Prostatic
Spesifik Antigen (PSA), angka penggal PSA ialah 4 nanogram/ml.
7. Diagnosa
banding
Oleh
karena adanya proses miksi tergantung pada kekuatan kontraksi detrusor,
elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi urethra
yang merupakan faktor dalam kesulitan miksi. Kelemahan detrusor disebabkan oleh
kelainan saraf (kandung kemih neurologik) misalnya : Lesi medulla spinalis,
penggunaan obat penenang. Kekakuan leher vesica disebabkan oleh proses
fibrosis, sedangkan resistensi urethra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak
atau ganas, tumor di leher kandung kemih, batu di urethra atau striktur
urethra.
8. Pengobatan
Setiap
kesulitan miksi yang diakibatkan dari salah satu faktor seperti berkurangnya
kekuatan kontraksi detrusor atau menurunya elastisitas leher vesica, maka
tindakan pengobatan ditujukan untuk mengurangi volume prostat, mengurangi tonus
leher vesica atau membuka urethra pars prostatica dan menambah kekuatan
kontraksi detrusor agar proses miksi menjadi mudah.
Pengobatan untuk
hipertropy prostat ada 2 macam :
a. Konsevatif
b. Operatif
Dalam pengobatan ini dilakukan
berdasarkan pembagian besarnya prostat, yaitu derajat 1 – 4.
a. Derajat
I
Dilakukan pengobatan
koservatif, misalnya dengan fazosin, prazoin dan terazoin (untuk relaksasi otot
polos).
b. Derajat
II
Indikasi untuk
pembedahan. Biasanya dianjurkan resekesi endoskopik melalui urethra.
c. Derajat
III
Diperkirakan prostat
cukup besar dan untuk tindakan yang dilakukan yaitu pembedahan terbuka melalui
transvesical, retropubic atau perianal.
d. Derajat
IV
Membebaskan penderita
dari retensi urine total dengan memasang kateter, untuk pemeriksaan lebih
lanjut dalam pelaksanaan rencana pembedahan.
Konservatif.
Pengobatan
konservatif ini bertujuan untuk memperlambat pertumbuhan pembesaran prostat.
Tindakan dilakukan bila terapi operasi tidak dapat dilakukan, misalnya : menolak
operasi atau adanya kontra indikasi untuk operasi.
Tindakan terapi
konservatif yaitu :
a. Mengusahakan
agar prostat tidak mendadak membesar karena adanya infeksi sekunder dengan
pemberian antibiotika.
b. Bila
retensi urine dilakukan kateterisasi.
Operatif
Pembedahan merupakan
pengobatan utama pada hipertropi prostat benigna (BPH), pada waktu pembedahan
kelenjar prostat diangkat utuh dan jaringan soft tissue yang mengalami
pembesaran diangkat melalui 4 cara yaitu (a) transurethral (b) suprapubic (c)
retropubic dan (d) perineal.
a.
Transurethral.
Dilaksanakan bila
pembesaran terjadi pada lobus medial yang langsung mengelilingi urethra.
Jaringan yang direseksi hanya sedikit sehingga tidak terjadi perdarahan dan
waktu pembedahan tidak terlalu lama.
b.
Suprapubic
Prostatektomy.
Metode operasi terbuka,
reseksi supra pubic kelenjar prostat diangkat dari urethra lewat kandung kemih.
c.
Prostatektomi
Retropubic.
Pada prostatectomy
retropubic dibuat insisi pada abdominal bawah tapi kandung kemih tidak dibuka.
d.
Prostatektomy
Perineal.
Dilakukan pada dugaan
kanker prostat, insisi dibuat diantara scrotum dan rectum.
9. Komplikasi
a. Perdarahan
b. Inkotinensia
c. Batu
kandung kemih
d. Retensi
urine
e. Impotensi
f. Epididimitis
g. Haemorhoid,
hernia, prolaps rectum akibat mengedan
h. Infeksi
saluran kencing disebabkan karena kateterisasi
i.
Hydronefrosis
Hal-hal yang harus
dilakukan pada pasien setelah pulang dari rumah sakit adalah ;
-
latihan berat, mengangkat berat dan sexual intercourse
dihindari selama 3 minggu setelah dirumah.
-
Tidak boleh membawa kendaraan.
-
Mengedan pada saat defekasi harus dihindari, faeces
harus lembek kalau perlu pemberian obat untuk melembekkan faeces.
-
Menganjurkan banyak minum untuk mencegah statis dan
infeksi dan membuat faeces lembek.
No comments:
Post a Comment