Wednesday 29 January 2014

askep keperawatan tentang partus



A.    Konsep dasar medik
1.    Pengertian.
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.
Primipara adalah seorang wanita yang untuk pertamakali melahirkan bayi yang dapat hidup (viable).
Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable) untuk pertama kali.
Multipara atau pluripara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang viable untuk beberapa kali (Sarwono Prawirohardjo, 1999).
Puerperium (Masa nifas) dalam bahasa latin waktu tertentu setelah melahirkan anak yaitu dari kata Puer yang artinya bayi dan Parous melahirkan. Jadi, Puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi. Yang dimaksudkan dengan istilah puerperium ini tidak berbeda dengan istilah nifas di dalam bahasa Indonesia, ialah masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali.(Ibrahim, C. S, 1993).
2.    Waktu nifas
Kala puerperium berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan normal. Dijumpai dua kejadian penting pada puerperium, yaitu involusi uterus dan proses laktasi.(Manuaba, I. B. G, 1998).
3.    Perubahan fisiologi masa nifas.
a.       Involusi uteri.
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras, sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas inplantasi plasenta. Pada involusi uteri, jaringan ikat dan jaringan otot mengalami proses proteolitik, berangsur – angsur akan mengecil sehingga pada akhir kala nifas besarnya seperti semula dengan berat 30 gram.

Involusi

Tinggi Fundus
Berat Uterus
Plasenta lahir
7 hari (1 minggu)
14 hari ( 2 minggu)
42 hari ( 6 minggu)
56 hari (8 minggu)
Setinggi pusat
Pertengahan pusat dan simfisis
Tak teraba
Sebesar hamil 2 minggu
Normal
1000 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram
Kesembuhan sempurna pada akhir masa puerperium.(Manuaba, 1998).
b.      Lokhia.
Masa puerperium diikuti pengeluaran cairan sisa lapisan endometrium dan sisa dari tempat implantasi plasenta disebut lochia.
Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya  sebagai berikut :
1)        Lokhia Rubra.
1 sampai 3 hari, berwarna merah dan hitam, terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mikoneum, sisa darah.
2)        Lochia Sanguinolenta
3 sampai 7 hari, berwarna putih bercampur merah.
3)        Lokhia  Serosa.
7 – 14 hari berwarna kekuningan.
4)        Lokhia Alba.
Setelah hari ke – 14 berwarna putih.
c.       Laktasi
Setelah persalinan timbul pengaruh hormon – hormon hipofisis kembali, antara lain lactogenic hormone (prolaktin) yang akan dihasilkan pula. Mamma yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruhi, dengan akibat kelenjar – kelenjar berisi air susu. Pengaruh oksitosin mengakibatkan mioepitelium kelenjar – kelenjar susu berkontraksi, sehingga pengeluaran air susu dilaksanakan. Umumnya produksi air susu baru berlangsung betul pada hari ke 2 – 3 postpartum. Pada hari-hari pertama air susu mengandung kolostrum, yang merupakan cairan kuning lebih kental daripada air susu, mengandung banyak protein albumin dan globulin dan benda – benda kolostrum dengan diameter 0,001 – 0,0025 mm. karena mengandung banyak protein dan mudah dicerna, maka sebaiknya kolostrum jangan dibuang. Selain pengaruh hormonal tersebut diatas, salah satu rangsangan terbaik untuk mengeluarkan air susu adalah dengan menyusui bayi itu sendiri. Kadar prolaktin akan meningkat dengan perangsangan fisik pada putting mamma sendiri. (Sarwono, 1999).

d.      Perubahan kulit
Pada waktu hamil terjadi pigmentasi kulit pada beberapa tempat karena proses hormonal. Pigmentasi ini berupa kloasma gravidarum pada pipi, hiperpigmentasi kulit sekitar payudara, hiperpigmentasi kulit dinding perut (striae gravidarum). Setelah persalinan, hormonal berkurang dan hiperpigmentasi pun menghilang. Pada dinding perut akan menjadi putih mengkilap yaitu “striae albikan”.
e.       Dinding perut
Setelah persalinan dinding perut kendor, dan lebih kendor sesuai dengan jumlah kehamilan. Tetapi kendornya dinding perut dapat dikurangi dengan jalan melakukan latihan dinding perut melalui senam kesegaran jasmani.
f.       Buang air besar dan berkemih
Pada persalinan normal masalah berkemih dan buang air besar tidak mengalami hambatan apapun. Buang air besar akan biasa setelah sehari, kecuali ibu takut pada luka episiotomi. Bila sampai tiga hari belum buang air besar sebaiknya dilakukan “klisme’ untuk merangsang buang air besar sehingga tidak mengalami sembelit dan menyebabkan jahitan terbuka. (Manuaba, I. B. G, 1999).
4.      Adaptasi psikologis masa nifas
Untuk memenuhi kebutuhan psikologis ini perawat atau bidan yang merawatnya, semua petugas kesehatan yang berhubungan, keluarga, harus bersikap dan bertindak bijaksana. Harus dapat menunjukkan rasa simpati, mengakui, menghargai, menghormati tiap – tiap ibu sebagaimana adanya, memperhatikan ibu dengan memberi ucapan selamat, misalnya, akan dapat memberikan perasaan senang, sikap yang baik dari bidan, perawat, petugas perawatan akan melahirkan hubungan antar manusia yang baik, antar petugas dan penderita, antara penderita sendiri. Dengan adanya a good human relationship diharapkan dapat memenuhi kebutuhan psikologis ibu setelah melahirkan anak. (Ibrahim, C. S, 1993)
Menurut beberapa peneliti, menerima peran sebagai orang tua adalah suatu proses yang terjadi dalam tiga tahap; (1) ketergantungan, (2) ketergantungan-ketidaktergantungan, dan (3) saling ketergantungan.
a.       Tahap 1 ; ketergantungan. Bagi beberapa ibu baru tahap ini terjadi pada hari ke-1 dan ke-2 setelah melahirkan. Rubin (1961) menjelaskan bahwa hari tersebut merupakan fase “taking-in” (menerima), waktu dimana ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan. Ia memfokuskan energinya pada bayinya yang baru. Ia mungkin selalu membicarakan pengalaman melahirkan berulang-ulang, “taking-in” merupakan fakta bagi perannya yang baru. Preokupasi ini mempersempit persepsinya dan mengurangi kemampuan untuk berkonsentrasi pada informasi baru. Perawat mungkin harus mengulang-ulang instruksi yang berikan pada tahap ini.
b.      Tahap 2 ; ketergantungan-ketidaktergantungan. Tahap kedua mulai pada sekitar hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu ke-4 sampai ke-5. Rubin menyebutnya sebagai fase “taking hold”. Sampai hari ketiga ibu siap untuk menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru. Namun demikian, tubuhnya mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sebagai akibat pengaruh hormonal yang sangat kuat, keluarlah ASI. Uterus dan perineum terus dalam proses penyembuhan. Pasien menjadi keletihan. Ketika ia kembali ke rumah, ia mungkin merasakannya lebih buruk lagi.
Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik. Mekanisme pertahanan diri pasien merupakan sumber penting selama fase ini karena post partum blues merupakan hal yang biasa terjadi. Layanan kunjungan rumah oleh perawat sangat dianjurkan, terutama bagi ibu muda.
c.       Tahap tiga ; saling ketergantungan. Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran, sistem keluarga telah menyesuaikan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh pasien telah sembuh, perasaan rutinnya telah kembali, dan kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan kembali. Keluarga besar (extended family) dan teman-teman, walaupun sangat membantu sebagai sistem yang memberikan dukungan pada awalnya, tidak lagi turut campur dalam interaksi keluarga, dan kegiatan sehari-hari telah kembali dilakukan. Secara fisik ibu mampu untuk menerima tanggung jawab normal dan tidak lagi menerima peran sakit. Tahap saling ketergantungan ini berlanjut terus sampai terganggu oleh periode ketergantungan lain (Hammilton, P. M, 1995).




5.      Perawatan Masa Nifas
Dimasa lampau perawatan puerperium sangat konservatif, dimana puerpera diharuskan tidur terlentang selama 40 hari. Dampak sikap demikian pernah dijumpai di Surabaya, terjadi adhesi antara labium minus dan labium mayus kanan dan kiri, dan telah berlangsung hampir enam tahun.
Kini perawatan puerperium lebih aktif dengan dianjurkan untuk melakukan “mobilisasi dini’. Perawatan mobilisasi dini mempunyai keuntungan :
a.       Melancarkan pengeluaran lochia, mengurangi infeksi puerperium.
b.      Mempercepat involusi alat kandungan.
c.       Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi Asi dan pengeluaran sisa metabolisme.
Perawatan puerperium dilakukan dalam bentuk pengawasan sebagai berikut :
a.       Rawat gabung.
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama – sama sehingga ibu lebih banyak memperhatikan bayinya, segera dapat memberikan Asi, sehingga kelancaran pengeluaran Asi lebih terjamin.
b.      Pemeriksaan umum :
-          Kesadaran penderita.
-          Keluhan yang terjadi setelah persalinan.
c.       Pemeriksaan khusus :
-          Fisik : tekanan darah, nadi, dan suhu.
-          Fundus uteri : tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
-          Payudara; putting susu, pembengkakan atau stuwing Asi, pengeluaran Asi
-          Lochia; lokia rubra, lokia sanguinolenta
-          Luka jahitan episiotomi; apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda – tanda infeksi (kolor, dolor, fungsiolaesa dan pernanahan) (Manuaba, I. B. G, 1998).

B.     Konsep dasar asuhan keperawatan
Pada beberapa rumah sakit ibu dipindahkan langsung dari ruang persalinan ke ruang pemulihan obstetri yang diperlengkapi dan memiliki staf untuk memberikan perawatan intensif. Pada rumah sakit lain ibu dipindahkan ke ruang post partumnya dimana perawat yang berpengalaman memberikan perawatan padanya selama fase kritis. Bayi mungkin dirawat di ruang perawatan untuk diobservasi selama periode atau sebagian periode ini. Pada pusat rumah bersalih pilihan ibu dan bayi biasanya tetap dalam ruangan yang sama.
Asuhan keperawatan pada ibu bertujuan untuk mencegah infeksi, meningkatkan penyembuhan jaringan, meningkatkan involusi uterus dan kenyamanan, meningkatkan aktifitas istirahat, meningkatkan asupan makanan dan cairan yang adekuat, meningkatkan pembentukan laktasi atau supresinya, meningkatkan pola eliminasi normal, pencegahan isoimunisasi Rh pada ibu dengan resus negatif, memenuhi kebutuhan belajar ibu, kebersihan diri, perawatan perineal dan perawatan payudara. (Hammilton, P. M, 1995)
1.      Pengkajian.
Bila ibu telah dirawat di ruang pemulihan postpartum selama persalinan kala IV, ia dapat dipindahkan ke unit perawatan post partum bila kondisinya telah stabil.
Pengkajian awal meliputi pelaporan pada perawat penerima. Catatan pasien ditinjau kembali untuk mendapatkan informasi dari catatan prenatal dan persalinan yang akan mempengaruhi perawatan selanjutnya. Catatan prenatal dan persalinan yang akan mempengaruhi perawatan selanjutnya. Catatan prenatal mengingatkan tim pemberi asuhan tentang kemungkinan kebutuhan pasien untuk vaksinasi rubella atau perlindungan ibu terhadap Rh isoimunisasi. Pemeriksaan darah pusat janin memperjelas kebutuhan akan imunoglobulin.
Perawat mewawancarai pasien secara tidak formal untuk menentukan status emosional, tingkat energi, letak dan derajat ketidaknyamanan, lapar, haus, pengetahuannya terhadap perawatan diri dan perawatan bayi, dan apakah ia akan menyusui bayinya atau memberikan susu botol. Faktor – faktor etik dan kebudayaan seperti bahasa atau variasi diet dikaji karena mempengaruhi perawatan dan pemulihan.
Pengkajian tanda – tanda vital, fundus, lokhia, kandung kemih, asupan/haluaran, perineum dan episiotomi, payudara, eliminasi, dan status emosional dibuat pada saat ini. Kecuali bila berkembang masalah, pemeriksaan laboratorium jarang diresepkan. Pengkajian dilanjutkan setiap 4 sampai 8 jam sampai pemulangan. (Hammilton, P. M, 1995).
2.      Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada ibu post partum (Tucker, S. M, 1998) sebagai berikut :
a.       Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan aktif berkenaan dengan hemoragi pasca partum.
b.      Nyeri berhubungan dengan episiotomi, nyeri setelah melahirkan, dan atau ketidaknyamanan payudara.
c.       Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan adanya insisi dan atau laserasi.
d.      Resiko terhadap retensi perkemihan berhubungan dengan trauma dan edema lanjut berkenaan dengan proses melahirkan.
e.       Konstipasi, berhubungan dengan nyeri episiotomi dan hemoroid sekunder terhadap proses melahirkan.
f.       Resiko terhadap perubahan peran orang tua berhubungan dengan transisi pada masa menjadi orang tua dan perubahan peran.
g.      Situasi harga diri rendah dalam respon terhadap perasaan ketidakadekuatan berkenaan dengan tanggung jawab peran orang tua yang berhubungan dengan pengalaman melahirkan.
h.      Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan pasca partum.
3.      Perencanaan Keperawatan
a.       Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan aktif berkenaan dengan hemoragi pasca partum.
1)      Tujuan :
a)      Pasien tidak menjadi hipovolemik sebagai akibat dari kehilangan darah berlebihan.
b)      Tanda-tanda vital dalam batas normal.
2)      Rencana Tindakan:
a)      Periksa fundus, kondisi episiotomi, lochia dan tingkat kesadaran 15 menit sampai stabil kemudian setiap empat sampai 8 jam.
b)      Bila fundus lunak massase sampai keras.
c)      Ajarkan ibu massase sendiri terhadap fundus uterus.
d)     Ganti pembalut perineal setiap 30 menit.
e)      Pertahan cairan parenteral dengan oksitosin sesuai pesanan.
f)       Ukur masukan dan haluaran selama 24 jam.
b.      Nyeri berhubungan dengan episiotomi, nyeri setelah melahirkan, dan atau ketidaknyamanan payudara.
1)      Tujuan :
a.     Nyeri hilang atau minimal.
b.    Fundus uterus keras dan bebas nyeri.
c.     Mampu mendemonstrasikan perawatan payudara tepat.
2)      Rencana Tindakan:
a)      Instruksikan ibu untuk mengerutkan bokong bersama bila duduk bila episiotomi nyeri saat ambulasi
b)      Pertahankan selimut hangat.
c)      Antisipasi kebutuhan terhadap penghilang nyeri.
d)     Berikan obat nyeri sesuai pesanan dan dokumentasi keefektivan.
e)      Anjurkan ibu untuk menggunakan teknik relaksasi yang dipelajari pada persalinan untuk nyeri setelah melahirkan selama menyusui.
c.       Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan adanya insisi dan atau laserasi.
1)      Tujuan : episiotomi pasien dan atau laserasi sembuh tanpa infeksi dibuktikan dengan tak ada edema dan drainase.
2)    Rencana Tindakan:
a)        Instruksikan pasien pada perawatan perineal.
b)        Ubah permbalut perineal dari depan kebelakang setelah setiap eliminasi.
c)        Observasi kondisi episiotomi atau laserasi.
d)       Perhatikan terhadap peningkatan suhu atau perubahan tanda vital.
e)        Perhatikan dan laporkan adanya drainase bau busuk.
f)         Berikan antibiotik sesuai pesanan.
d.      Resiko terhadap retensi perkemihan berhubungan dengan trauma dan edema lanjut berkenaan dengan proses melahirkan.
1)      Tujuan :
a.    Tidak mengalami distensi kandung kemih.
b.    Berkemih setelah melahirkan.
2)      Rencana Tindakan:
a)      Hindari distensi kandung kemih.
b)      Anjurkan berkemih 6 sampai 8 jam setelah melahirkan.
c)      Anjurkan cairan setiap hari sampai 3000 ml.
d)     Berikan tehnik untuk membantu berkemih sesuai kebutuhan
e.       Konstipasi, berhubungan dengan nyeri episiotomi dan hemoroid sekunder terhadap proses melahirkan.
1)      Tujuan : Pasien defekasi dengan ketidaknyamanan minimal.
2)      Rencana Tindakan:
a)      Jamin masukan cairan adekuat.
b)      Berikan pelunak faeces atau laksativ sesuai pesanan.
c)      Anjurkan pasien untuk ambulasi sesuai toleransi.
d)     Pertahankan diet reguler, tingkatkan jumlah buah dan makanan kasar.
e)      Sprei atau salep anastesik diberikan pada daerah perianal.
f.       Resiko terhadap perubahan peran orang tua berhubungan dengan transisi pada masa menjadi orang tua dan perubahan peran.
1)      Tujuan :
a.     Ibu dapat merawat bayi adekuat
b.    Memberikan lingkungan optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
2)      Rencana tindakan:
a)      Tutupi ibu dan bayi pada tempat tidur yang sama di bawah selimut penghangat.
b)      Bantu dalam menggendong dan menginspeksi bayi sesegera mungkin.
c)      Izinkan ibu untuk dekat bayi di tepi tempat tidur.
d)     Penuhi kebutuhan ibu selama melewati fase.
e)      Hindari mengintervensi antara ibu dan bayi.
g.      Situasi harga diri rendah dalam respon terhadap perasaan ketidakadekuatan berkenaan dengan tanggung jawab peran orang tua yang berhubungan dengan pengalaman melahirkan.
1)      Tujuan : ibu memperlihatkan penilaian emosi efektif dan harga diri sehat dibuktikan dengan pernyataan positif tntang diri dan tentang kemampuan untuk merawat bayi.
2)      Rencana tindakan:
a)      Anjurkan diskusi masalah nyata dan yang dirasakan.
b)      Bantu ibu memastikan kenyataan persalinannya dan pengalaman melahirkan.
c)      Berikan keyakinan mengenai kemampuannya sebagai ibu.
d)     Bantu pasien menerima luapan dan penurunan emosi dari periode pascapartum dan jelaskan bahwa perasaan ini dan perubahan umum selama waktu ini.
e)      Anjurkan periode istirahat selama sehari.
f)       Berikan ksempatan pada orang tua dan atau orang terdekat dalam interaksi dan merawat bayi.
h        Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan pasca partum.
1)      Tujuan : Pasien mengungkapkan dan memperlihatkan pemahaman perawatan diri pasca partum dan perawatan bayi.

2)      Intervensi :
a.       Demonstrasikan perawatan payudara dan ekspresi manual bila ibu menyusui.
b.      Tekankan pentingnya diet nutrisi.
c.       Jelaskan perlunya periode istirahat terencana
d.      Jelaskan perlunya pembersihan dengan cermat pada bagian perineal.
e.       Berikan perawatan diri perineal

4.      Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi mencakup pelaksanaan intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan dan masalah – masalah kolaboratif pasien serta memenuhi kebutuhan pasien.
Fase implementasi dari proses keperawatan diakhiri ketika intervensi keperawatan sudah diselesaikan dan respons pasien terhadap intervensi tersebut sudah dicatat. Pencatatan dibuat secara ringkas, jelas, dan objektif dan memenuhi kriteria :
a.       Pencatatan menunjukkan diagnosa keperawatan dan masalah – masalah kolaboratif.
b.      Pencatatan menggambarkan intervensi keperawatan dan respons pasien terhadap intervensi tersebut.
c.       Pencatatan mencakup semua data tambahan yang relevan(Brunner, dkk, 2001).

5.      Evaluasi.
Evaluasi adalah penentuan dari respons pasien terhadap intervensi keperawatan dan sejauhmana tujuan sudah dicapai (Brunner, dkk, 2001)
Evaluasi pada klien post partum meliputi :
a.       Pasien tidak mengalami hipovolemik sebagai akibat dari kehilangan darah berlebihan, tanda vital dalam batas normal.
b.      Pasien menyebutkan nyeri hilang atau minimal, fundus uterus keras dan bebas nyeri, mampu mendemonstrasikan perawatan payudara tepat.
c.       Episiotomi pasien dan/atau laserasi sembuh tanpa bukti infeksi dibuktikan dengan tak ada edema dan drainase.
d.      Pasien tidak mengalami distensi kandung kemih, berkemih setelah melahirkan.
e.       Pasien defekasi dengan ketidaknyamanan minimal.
f.       Ibu mendemonstrasikan penilaian emosi efektif dan harga diri sehat dibuktikan dengan pernyataan positif tentang diri dan tentang kemampuan untuk merawat bayi.
g.      Pasien mendemonstrasikan dan mengungkapkan pemahaman perawatan diri dan pascapartum dan perawatan bayi (Tucker, S. M, 1998).

No comments:

Post a Comment