Thursday 4 October 2012

asuhan keperawaran HIPERBILIRUBIN dan TETANUS NEONATORUM by junaedy nosu randelangi


HIPERBILIRUBIN
Suatu keadaan kadar bilirubin serum total yang > 10 mg % pada minggu pertama. Keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik. Sebagian besar hiperbilirubinemia ini mempunyai dasar patoligik.

ETIOLOGI
*      Produk yang berlebihan
*      Gangguan dalam proses pengambilan konjugasi hepar dapat disebabkan oleh immaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjungsi bilirubin, hipoksia, gangguan fungsi hepar coz asidosis dan infeksi lainnya.
*      Gangguan dalam transportasi : definisi albumin, gangguan obat-obatan.
*      Gangguan dalam ekskresi

Ikterus Fisiologik
1.      Timbul pada hari kedua dan ketiga.
2.      Kadar bilirubin indirek tidak melewati 10 mg% pada BCB dan 12,5 gram% pada BKB.
3.      Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 gram% / hari.
4.      Kadar bilirubin direk tidak lebih 1 mg%
5.      Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6.      Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.

Tanda-tanda Ikterus Patologik
*      Ikterus yang terjadi dalam 24 jam pertama.
*      Kadar bilirubin > 10 mg% od BCB atau 12,5 gram % pada BKB.
*      Ikterus dengan kadar peningkatan bilirubin > 5 mg% / hari.
*      Ikterus yang menetap setelah 2 minggu pertama.
*      Kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg%
*      Ikterus yang berhubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan patologik lain yang telah diketahui.

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan
*      Pemeriksaan bilirubin berkala
*      Pemeriksaan darah tepi
*      Skrining enzim G6PD
*      Biakan darah, biopsy hepar bila ada indikasi
*      Pemeriksaan lainnya yang ada kaitannya dengan kemungkinan penyebab.

Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
Ø  Pengawasan antenatal yang baik.
Ø  Menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus bayi pada masa kehamilan dan kelahiran.
Ø  Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
Ø  Penggunaan fenobarbital pada ibu 1 – 2 hari sebelum partus.
Ø  Imunisasi yang baik pada ruang perawatan bayi baru lahir
Ø  Pemberian makanan yang dini.
Ø  Pencegahan infeksi.

Mengatasi Hiperbilirubinemia
Ø  Mempercepat proses konjugasi
Ø  Menambah substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi, seperti pemberian albumin.
Ø  Melakukan dekomposisi bilirubin dengan terapi sinar
Ø  Transfuse tukar dengan indikasi :
1.      Pada semua keadaan dengan kadar bilirubun indirek < 20 mg%.
2.      Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat (0,3 – 1 mg%).
3.      Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda-tanda dekompensasi jantung.
4.      Bayi dengan kadar Hb talim pusat < 14 mg%, bilirubin > 5gram%.



Pengobatan Umum
Pengobatan dan perawatan yang baik dilakukan bila terdapat etiologi atau factor penyebabnya. Perlu diperhatikan pemberian makanan yang dini dengan cairan dan kalori yang cukup, serta penerangan kamar bersalin dan ruang perawatan yang cukup.

Tindak Lanjut
Ø  Evaluasi berkala tumbang
Ø  Evaluasi dan reahbilitasi bila terjadi gejala sisa.

Diagnosis Keperawatan
Ø  Resiko tinggi injuri berhubungan dengan dampak peningkatan kadar bilirubin dan efek dari transfuse tukar yang dapat merusak otak.
Ø  Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan tindakan foto terapi.
Ø  Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek dari fototerapi yang dapat menyebabkan kulit kering, iritasi pada mata dan lain-lain.
Ø  Resiko tinggi perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan kehadiran anak dengan terjadi batasan atau pemisahan dengan anak.
Ø  Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan perawatan bayi dirumah.

Intervensi
Ø  Resiko tinggi injuri
a.       Kaji dan monitor dampak penambahan kadar bilirubin
b.      Monitor Hb dan HCT dan catat penurunan
c.       Lakukan fototerapi dengan mengatur waktu sesuai dengan prosedur.
d.      Siapkan untuk melakukan transfuse tukar.
e.       Monitor kadar bilirubin, Hb, HCT sebelum dan sesudah transfuse tukar tiap 4 – 6 jam selama 24 jam post transfuse tukar.
f.       Monitor TTV
g.      Pertahankan system kardiopulmunary
h.      Kaji kulit pada abdomen, ketegangan, adanya vomiting, cyanosis
i.        Pertahankan kalori, kebutuhan cairan sampai dengan post tranfusi tukar.
j.        Kolaborasi dalam pemberian obat untuk meningkatkan transportasi dan konjungasi seperti pemberian albumin atau pemberian plasma.
Ø  Resiko tinggi kurangnya volume cairan
a.       Pertahankan intek cairan dengan menyediakan cairan peroral atau cairan parenteral (melalui intravena).
b.      Monitoring out put beripa jumlah urine, warna dan BABnya.
c.       Kaji perubahan status hidrasinya dengan memonitor temperature tiap 2 jam serta mengkaji membrane mukosa dan fontanela.
Ø  Gangguan integritas kulit
a.       Tutup mata dengan kain yang tidak tembus cahaya
b.      Atur posisi setiap 6 jam
c.       Kaji kondisi kulit
d.      Jaga integritas kulit selama terapi dengan mengeringkan daerah yang basah untuk mengurangi iritasi.
e.       Pertahankan kebersihan kulit.
Ø  Resiko tinggi perubahan menjadi orang tua
a.       Pertahankan kontak dengan orang tua dengan bayi di ruang fototerapi ke tempat kunjungan orang tua.
Ø  Kurangnya pengetahuan keluarga
a.       Sediakan informasi yang actual tentang fisiologi dari penyakit dengan melakukan Tanya jawab.
b.      Klarifikasi salah persepsi menyediakan literature tentang hiperbilirubinemia.
c.       Diskusikan tanda dan gejala.
d.      Sediakan / mengadakan evaluasi terhadap penjelasan yang telah disampaikan pada orang tua.






TETANUS NEONATORUM
Merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat. Penyakit ini disebabkan oleh karena clostridium tetani yang bersifat anaerob di mana kuman tersebut berkembang tanpa adanya oksigen. Tetanus pada bayi ini dapat disebabkan karena tindakan pemotongan talipusat yang kurang steril, untuk penyakit ini masa inkubasinya antara 5 – 14 hari.

Pengkajian
·         Kesulitan menetek
·         Mulut mencucu seperti ikan (harpermond)
·         Trismus pada otot mulut.
·         Spasme otot dan kejang umum leher kaku, opistotonus kondisi tersebut akan menyebabkan liur sering terkumpul di dalam mulut dan dapat menyebabkan aspirasi.
·         Dinding abdomen kaku, mengeras dan kadang-kadang terjadi kejang otot pernafasan dan sianosis.
·         Suhu meningkat sampai dengan 39 ºC
·         Dahi berkerut, alis mata terangkat sudut mulut tertarik ke bawah muka rhesus sardonikus
·         Ekstremitas kaku
·         Sangat sensitive terhadap rangsangan gelisah dan menangis.
·         Masa inkubasi 3 – 10 hari.

Diagnosis Keperawatan
·         Gangguan fungsi pernafasan berhubungan dengan kuman yang menyerang otot-otot pernafasan sehingga otot pernafasan tidak berfungsi, adanya spame pada otot faring juga dapat menyebabkan terkumpulnya liur di dalam rongga mulut atau tenggorokan sehingga mengganggu jalan nafas.
·         Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake oral inadekuat.
·         Kurang pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan kurangnya informasi pada keluarga, tidak mengenal sumbar.

Intervensi
·         Gangguan fungsi pernafasan.
1.      Atur posisi bayi dengan kepala ekstensi
2.      Berikan oksigen 1 – 2 liter / menit dan apabila terjadi kejang tinggikan kebutuhan oksigen sampai 4 liter / menit setelah kejang hilang turunkan
3.      Lakukkan pengisapan lender dan pasangkan sudip lidah
4.      Observasi TTV tiap setengah jam
5.      Berikan lingkungan dalam keadaan hangat jangan memberikan lingkungan yang dingin karena dapat menyebabkan apnea.
6.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti konvulsi dan pemberian ATS dengan dosis.
·         Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
1.      Monitor tanda-tanda dehidrasi dan kekurangan nutrisi seperti intake dan output, membrane mukosa, turgor kulit dan lain-lain.
2.      Berikan cairan melalui infuse dengan cairan glukosa 10 % dan natrium bikarbonat apabila pasien sering kejang dan apnea, apabila kejang sudah berkurang pemberian nutrisi dapat melalui pipa lambung.
·         Kurang pengetahuan (orang tua)
1.      Jelaskan pada keluarga beberapa pengetahuan tentang penyakit dan upaya pengobatan dan perawatannya seperti pemberian suntikan perawatan pada luka dengan menggunakan alcohol dan kasa steril dan lain-lain.

ANFIKSIA NEONATOTIUM
* Merupakan keadaan di mana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat dosertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai asidosis.
* Keadaan asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-paru.
* Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau dapat terjadi segera setelah lahir, banyak factor yang menyebabkannya diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, gangguan kontraksui uterus pada ibu resiko tinggi kehamilan, dapat juga terjadi karena factor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga factor janin itu sendiri seperti terjadi kelainan pada tali pusat dengan menumbung atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dengan jalan lahir, kemudian factor persalinan itu juga sangat penting dalam menentukan terjadi asfiksia atau tidak seperti pada partus lama atau partus dengan tindakan tertentu ini dapat menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum.

Pengkajian
* Adanya pernafasan yang cepat
* Pernapasan cuping hidung
* Sianosis
* Nadi cepat
* Refleks lemah
* Warna kulit biru atau pucat
* Penilaian APGAR skor menunjukkan adanya asfiksia seperti asfiksia ringan (7 – 9), sedang (4 – 6), dan berat (0 – 3).

Diagnosis Keperawatan
* Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penyempitan pada arteri pulmonal, peningkatan tahanan pembuluh darah di pam, penurunan aliran darah pada paru-paru.
* Penurunan kardeak out put berhubungan dengan edema paru dan penyempitan arteri pulmonal.
* Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan pada system saraf  pusat yang sangat terangsang dalam kondisi asfiksia.
* Gangguan perfusi jaringan (renal) berhubungan dengan hipovolemia, atau kematian jaringan.
* Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan infeksi nosokomial dan respon imun yang terganggu.
* Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi pada keluarga, tidak mengenal sumber.
Intervensi
* Gangguan pertukaran gas
a.       Monitoring gas darah
b.      Kaji denyut nadi
c.       Monitoring system jantung dan paru-paru dengan melakukan resusitasi
d.      Berikan oksigen yang adekuat
* Penuruna kardiak out put
  1. Monitoring jantung dan paru-paru
  2. Kaji tanda vital
  3. Monitor perfusi jaringan tiap 2 – 4 jam
  4. Monitor denyut nadi
  5. Monitor intake dan output serta
  6. Kolaborasi dalam pemberian vasodilasator
* Intoleransi aktivitas
  1. Sediakan sitimulasi lingkungan yang minimal
  2. Sediakan monitoring jantung paru
  3. Kurangi sentuhan (stimulasi)
  4. Monitor tanda vital
  5. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai dengan kondisi
  6. Berikan posisi yang nyaman dengan menyediakan bantal dan tempat tidur yang nyaman
* Gangguan perfusi jaringan (renal)
  1. Pertahankan output yang normal dengan cara mempertahankan intake dan output
  2. Kolaborasi dalam pemberian diuretic sesuai dengan indikasi
  3. Monitor laboratorium urine lengkap dan memonitor pemeriksaan darah
* Resiko tinggi terjadi infeksi
Kurangi tindakan yang menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial dengan cara mengkaji dan meyediakan intervensi keperawatan dengan memperhatikan teknik aseptic


* Kurangnya pengetahuan orang tua
Jelaskan kepada keluarga beberapa pengetahuan tentang penyakit dan upaya pengobatan dan perawatannya misalnya pemberian oksigen, ETT dan obat-obatan lainnya.

No comments:

Post a Comment