HIPERBILIRUBIN
Suatu keadaan kadar bilirubin serum total yang > 10
mg % pada minggu pertama. Keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan kernikterus
kalau tidak ditanggulangi dengan baik. Sebagian besar hiperbilirubinemia ini
mempunyai dasar patoligik.
ETIOLOGI
Produk yang berlebihan
Gangguan dalam proses
pengambilan konjugasi hepar dapat disebabkan oleh immaturitas hepar, kurangnya
substrat untuk konjungsi bilirubin, hipoksia, gangguan fungsi hepar coz
asidosis dan infeksi lainnya.
Gangguan dalam transportasi :
definisi albumin, gangguan obat-obatan.
Gangguan dalam ekskresi
Ikterus Fisiologik
1.
Timbul pada hari kedua dan
ketiga.
2.
Kadar bilirubin indirek tidak
melewati 10 mg% pada BCB dan 12,5 gram% pada BKB.
3.
Kecepatan peningkatan kadar
bilirubin tidak melebihi 5 gram% / hari.
4.
Kadar bilirubin direk tidak
lebih 1 mg%
5.
Ikterus menghilang pada 10 hari
pertama.
6.
Tidak terbukti mempunyai
hubungan dengan keadaan patologik.
Tanda-tanda Ikterus
Patologik
Ikterus yang terjadi dalam 24
jam pertama.
Kadar bilirubin > 10 mg% od
BCB atau 12,5 gram % pada BKB.
Ikterus dengan kadar
peningkatan bilirubin > 5 mg% / hari.
Ikterus yang menetap setelah 2
minggu pertama.
Kadar bilirubin direk lebih
dari 1 mg%
Ikterus yang berhubungan dengan
proses hemolitik, infeksi atau keadaan patologik lain yang telah diketahui.
Pemeriksaan laboratorium
yang perlu dilakukan
Pemeriksaan bilirubin berkala
Pemeriksaan darah tepi
Skrining enzim G6PD
Biakan darah, biopsy hepar bila
ada indikasi
Pemeriksaan lainnya yang ada
kaitannya dengan kemungkinan penyebab.
Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
Ø Pengawasan antenatal yang baik.
Ø Menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus bayi pada
masa kehamilan dan kelahiran.
Ø Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
Ø Penggunaan fenobarbital pada ibu 1 – 2 hari sebelum partus.
Ø Imunisasi yang baik pada ruang perawatan bayi baru lahir
Ø Pemberian makanan yang dini.
Ø Pencegahan infeksi.
Mengatasi
Hiperbilirubinemia
Ø Mempercepat proses konjugasi
Ø Menambah substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi,
seperti pemberian albumin.
Ø Melakukan dekomposisi bilirubin dengan terapi sinar
Ø Transfuse tukar dengan indikasi :
1.
Pada semua keadaan dengan kadar
bilirubun indirek < 20 mg%.
2.
Kenaikan kadar bilirubin indirek
yang cepat (0,3 – 1 mg%).
3.
Anemia yang berat pada neonatus
dengan tanda-tanda dekompensasi jantung.
4.
Bayi dengan kadar Hb talim
pusat < 14 mg%, bilirubin > 5gram%.
Pengobatan Umum
Pengobatan dan perawatan yang baik dilakukan bila terdapat etiologi
atau factor penyebabnya. Perlu diperhatikan pemberian makanan yang dini dengan
cairan dan kalori yang cukup, serta penerangan kamar bersalin dan ruang
perawatan yang cukup.
Tindak Lanjut
Ø Evaluasi berkala tumbang
Ø Evaluasi dan reahbilitasi bila terjadi gejala sisa.
Diagnosis Keperawatan
Ø Resiko tinggi injuri berhubungan dengan dampak peningkatan kadar
bilirubin dan efek dari transfuse tukar yang dapat merusak otak.
Ø Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan tindakan
foto terapi.
Ø Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek dari fototerapi
yang dapat menyebabkan kulit kering, iritasi pada mata dan lain-lain.
Ø Resiko tinggi perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan
kehadiran anak dengan terjadi batasan atau pemisahan dengan anak.
Ø Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan perawatan bayi
dirumah.
Intervensi
Ø Resiko tinggi injuri
a.
Kaji dan monitor dampak
penambahan kadar bilirubin
b.
Monitor Hb dan HCT dan catat
penurunan
c.
Lakukan fototerapi dengan
mengatur waktu sesuai dengan prosedur.
d.
Siapkan untuk melakukan transfuse
tukar.
e.
Monitor kadar bilirubin, Hb,
HCT sebelum dan sesudah transfuse tukar tiap 4 – 6 jam selama 24 jam post
transfuse tukar.
f.
Monitor TTV
g.
Pertahankan system
kardiopulmunary
h.
Kaji kulit pada abdomen,
ketegangan, adanya vomiting, cyanosis
i.
Pertahankan kalori, kebutuhan
cairan sampai dengan post tranfusi tukar.
j.
Kolaborasi dalam pemberian obat
untuk meningkatkan transportasi dan konjungasi seperti pemberian albumin atau
pemberian plasma.
Ø Resiko tinggi kurangnya volume cairan
a.
Pertahankan intek cairan dengan
menyediakan cairan peroral atau cairan parenteral (melalui intravena).
b.
Monitoring out put beripa
jumlah urine, warna dan BABnya.
c.
Kaji perubahan status
hidrasinya dengan memonitor temperature tiap 2 jam serta mengkaji membrane
mukosa dan fontanela.
Ø Gangguan integritas kulit
a.
Tutup mata dengan kain yang
tidak tembus cahaya
b.
Atur posisi setiap 6 jam
c.
Kaji kondisi kulit
d.
Jaga integritas kulit selama
terapi dengan mengeringkan daerah yang basah untuk mengurangi iritasi.
e.
Pertahankan kebersihan kulit.
Ø Resiko tinggi perubahan menjadi orang tua
a.
Pertahankan kontak dengan orang
tua dengan bayi di ruang fototerapi ke tempat kunjungan orang tua.
Ø Kurangnya pengetahuan keluarga
a.
Sediakan informasi yang actual
tentang fisiologi dari penyakit dengan melakukan Tanya jawab.
b.
Klarifikasi salah persepsi
menyediakan literature tentang hiperbilirubinemia.
c.
Diskusikan tanda dan gejala.
d.
Sediakan / mengadakan evaluasi
terhadap penjelasan yang telah disampaikan pada orang tua.
TETANUS NEONATORUM
Merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat. Penyakit ini disebabkan oleh
karena clostridium tetani yang bersifat anaerob di mana kuman tersebut
berkembang tanpa adanya oksigen. Tetanus pada bayi ini dapat disebabkan karena
tindakan pemotongan talipusat yang kurang steril, untuk penyakit ini masa
inkubasinya antara 5 – 14 hari.
Pengkajian
·
Kesulitan menetek
·
Mulut mencucu seperti ikan (harpermond)
·
Trismus pada otot mulut.
·
Spasme otot dan kejang umum
leher kaku, opistotonus kondisi tersebut akan menyebabkan liur sering terkumpul
di dalam mulut dan dapat menyebabkan aspirasi.
·
Dinding abdomen kaku, mengeras
dan kadang-kadang terjadi kejang otot pernafasan dan sianosis.
·
Suhu meningkat sampai dengan 39
ºC
·
Dahi berkerut, alis mata terangkat
sudut mulut tertarik ke bawah muka rhesus sardonikus
·
Ekstremitas kaku
·
Sangat sensitive terhadap
rangsangan gelisah dan menangis.
·
Masa inkubasi 3 – 10 hari.
Diagnosis Keperawatan
·
Gangguan fungsi pernafasan
berhubungan dengan kuman yang menyerang otot-otot pernafasan sehingga otot
pernafasan tidak berfungsi, adanya spame pada otot faring juga dapat
menyebabkan terkumpulnya liur di dalam rongga mulut atau tenggorokan sehingga
mengganggu jalan nafas.
·
Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi berhubungan dengan intake oral inadekuat.
·
Kurang pengetahuan (orang tua)
berhubungan dengan kurangnya informasi pada keluarga, tidak mengenal sumbar.
Intervensi
·
Gangguan fungsi pernafasan.
1.
Atur posisi bayi dengan kepala
ekstensi
2.
Berikan oksigen 1 – 2 liter /
menit dan apabila terjadi kejang tinggikan kebutuhan oksigen sampai 4 liter /
menit setelah kejang hilang turunkan
3.
Lakukkan pengisapan lender dan
pasangkan sudip lidah
4.
Observasi TTV tiap setengah jam
5.
Berikan lingkungan dalam
keadaan hangat jangan memberikan lingkungan yang dingin karena dapat
menyebabkan apnea.
6.
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian anti konvulsi dan pemberian ATS dengan dosis.
·
Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi
1.
Monitor tanda-tanda dehidrasi
dan kekurangan nutrisi seperti intake dan output, membrane mukosa, turgor kulit
dan lain-lain.
2.
Berikan cairan melalui infuse
dengan cairan glukosa 10 % dan natrium bikarbonat apabila pasien sering
kejang dan apnea, apabila kejang sudah berkurang pemberian nutrisi dapat
melalui pipa lambung.
·
Kurang pengetahuan (orang tua)
1.
Jelaskan pada keluarga beberapa
pengetahuan tentang penyakit dan upaya pengobatan dan perawatannya seperti
pemberian suntikan perawatan pada luka dengan menggunakan alcohol dan kasa
steril dan lain-lain.
ANFIKSIA NEONATOTIUM
* Merupakan keadaan di mana bayi tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat dosertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnea dan sampai asidosis.
* Keadaan asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi
organ bayi seperti pengembangan paru-paru.
* Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan atau dapat terjadi segera setelah lahir, banyak factor
yang menyebabkannya diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti
hipertensi, gangguan kontraksui uterus pada ibu resiko tinggi kehamilan, dapat
juga terjadi karena factor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau
juga factor janin itu sendiri seperti terjadi kelainan pada tali pusat dengan
menumbung atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin
dengan jalan lahir, kemudian factor persalinan itu juga sangat penting dalam
menentukan terjadi asfiksia atau tidak seperti pada partus lama atau partus
dengan tindakan tertentu ini dapat menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum.
Pengkajian
* Adanya pernafasan yang cepat
* Pernapasan cuping hidung
* Sianosis
* Nadi cepat
* Refleks lemah
* Warna kulit biru atau pucat
* Penilaian APGAR skor menunjukkan adanya asfiksia seperti asfiksia
ringan (7 – 9), sedang (4 – 6), dan berat (0 – 3).
Diagnosis Keperawatan
* Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penyempitan pada arteri
pulmonal, peningkatan tahanan pembuluh darah di pam, penurunan aliran darah
pada paru-paru.
* Penurunan kardeak out put berhubungan dengan edema paru dan
penyempitan arteri pulmonal.
* Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan pada system
saraf pusat yang sangat terangsang dalam
kondisi asfiksia.
* Gangguan perfusi jaringan (renal) berhubungan dengan hipovolemia,
atau kematian jaringan.
* Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan infeksi nosokomial
dan respon imun yang terganggu.
* Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya
informasi pada keluarga, tidak mengenal sumber.
Intervensi
* Gangguan pertukaran gas
a.
Monitoring gas darah
b.
Kaji denyut nadi
c.
Monitoring system jantung dan
paru-paru dengan melakukan resusitasi
d.
Berikan oksigen yang adekuat
* Penuruna kardiak out put
- Monitoring jantung dan paru-paru
- Kaji tanda vital
- Monitor perfusi jaringan tiap 2 – 4 jam
- Monitor denyut nadi
- Monitor intake dan output serta
- Kolaborasi dalam pemberian vasodilasator
* Intoleransi aktivitas
- Sediakan sitimulasi lingkungan yang minimal
- Sediakan monitoring jantung paru
- Kurangi sentuhan (stimulasi)
- Monitor tanda vital
- Kolaborasi pemberian analgetik sesuai dengan kondisi
- Berikan posisi yang nyaman dengan menyediakan bantal dan tempat tidur yang nyaman
* Gangguan perfusi jaringan (renal)
- Pertahankan output yang normal dengan cara mempertahankan intake dan output
- Kolaborasi dalam pemberian diuretic sesuai dengan indikasi
- Monitor laboratorium urine lengkap dan memonitor pemeriksaan darah
* Resiko tinggi terjadi infeksi
Kurangi tindakan yang menyebabkan terjadinya infeksi
nosokomial dengan cara mengkaji dan meyediakan intervensi keperawatan dengan
memperhatikan teknik aseptic
* Kurangnya pengetahuan orang tua
Jelaskan kepada keluarga beberapa pengetahuan tentang
penyakit dan upaya pengobatan dan perawatannya misalnya pemberian oksigen, ETT
dan obat-obatan lainnya.
No comments:
Post a Comment