A.
Konsep dasar medik
1.
Pengertian.
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.
Primipara adalah seorang wanita yang untuk pertamakali melahirkan bayi
yang dapat hidup (viable).
Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang
dapat hidup (viable) untuk pertama kali.
Multipara atau pluripara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan
bayi yang viable untuk beberapa kali (Sarwono Prawirohardjo, 1999).
Puerperium (Masa nifas) dalam bahasa latin waktu tertentu setelah
melahirkan anak yaitu dari kata Puer
yang artinya bayi dan Parous
melahirkan. Jadi, Puerperium berarti
masa setelah melahirkan bayi. Yang dimaksudkan dengan istilah puerperium ini
tidak berbeda dengan istilah nifas di dalam bahasa Indonesia, ialah masa setelah
seorang ibu melahirkan bayi yang dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya
kembali.(Ibrahim, C. S, 1993).
2.
Waktu nifas
Kala puerperium berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu
yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan normal. Dijumpai dua
kejadian penting pada puerperium, yaitu involusi uterus dan proses laktasi.(Manuaba,
I. B. G, 1998).
3.
Perubahan fisiologi masa nifas.
a.
Involusi uteri.
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami
kontraksi dan retraksi akan menjadi keras, sehingga dapat menutup pembuluh
darah besar yang bermuara pada bekas inplantasi plasenta. Pada involusi uteri,
jaringan ikat dan jaringan otot mengalami proses proteolitik, berangsur –
angsur akan mengecil sehingga pada akhir kala nifas besarnya seperti semula
dengan berat 30 gram.
Involusi |
Tinggi Fundus
|
Berat Uterus
|
Plasenta lahir
7 hari (1 minggu)
14 hari ( 2 minggu)
42 hari ( 6 minggu)
56 hari (8 minggu)
|
Setinggi pusat
Pertengahan pusat dan simfisis
Tak teraba
Sebesar hamil 2 minggu
Normal
|
1000 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram
|
Kesembuhan sempurna pada akhir masa puerperium.(Manuaba, 1998).
b.
Lokhia.
Masa puerperium diikuti pengeluaran cairan sisa lapisan endometrium dan
sisa dari tempat implantasi plasenta disebut lochia.
Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya sebagai berikut :
1)
Lokhia Rubra.
1 sampai 3 hari, berwarna merah dan hitam, terdiri dari sel desidua,
verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mikoneum, sisa darah.
2)
Lochia Sanguinolenta
3 sampai 7 hari, berwarna putih bercampur merah.
3)
Lokhia Serosa.
7 – 14 hari berwarna kekuningan.
4)
Lokhia Alba.
Setelah hari ke – 14 berwarna putih.
c.
Laktasi
Setelah persalinan timbul pengaruh hormon – hormon
hipofisis kembali, antara lain lactogenic hormone (prolaktin) yang akan
dihasilkan pula. Mamma yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruhi,
dengan akibat kelenjar – kelenjar berisi air susu. Pengaruh oksitosin
mengakibatkan mioepitelium kelenjar – kelenjar susu berkontraksi, sehingga
pengeluaran air susu dilaksanakan. Umumnya produksi air susu baru berlangsung
betul pada hari ke 2 – 3 postpartum. Pada hari-hari pertama air susu mengandung
kolostrum, yang merupakan cairan kuning lebih kental daripada air susu,
mengandung banyak protein albumin dan globulin dan benda – benda kolostrum
dengan diameter 0,001 – 0,0025 mm. karena mengandung banyak protein dan mudah
dicerna, maka sebaiknya kolostrum jangan dibuang. Selain pengaruh hormonal
tersebut diatas, salah satu rangsangan terbaik untuk mengeluarkan air susu
adalah dengan menyusui bayi itu sendiri. Kadar prolaktin akan meningkat dengan
perangsangan fisik pada putting mamma sendiri. (Sarwono, 1999).
d.
Perubahan kulit
Pada waktu hamil terjadi pigmentasi kulit pada beberapa tempat karena
proses hormonal. Pigmentasi ini berupa kloasma gravidarum pada pipi,
hiperpigmentasi kulit sekitar payudara, hiperpigmentasi kulit dinding perut
(striae gravidarum). Setelah persalinan, hormonal berkurang dan hiperpigmentasi
pun menghilang. Pada dinding perut akan menjadi putih mengkilap yaitu “striae
albikan”.
e.
Dinding perut
Setelah persalinan dinding perut kendor, dan lebih kendor sesuai dengan
jumlah kehamilan. Tetapi kendornya dinding perut dapat dikurangi dengan jalan
melakukan latihan dinding perut melalui senam kesegaran jasmani.
f.
Buang air besar dan berkemih
Pada persalinan normal masalah berkemih dan buang air besar tidak
mengalami hambatan apapun. Buang air besar akan biasa setelah sehari, kecuali
ibu takut pada luka episiotomi. Bila sampai tiga hari belum buang air besar
sebaiknya dilakukan “klisme’ untuk merangsang buang air besar sehingga tidak
mengalami sembelit dan menyebabkan jahitan terbuka. (Manuaba, I. B. G, 1999).
4.
Adaptasi psikologis masa nifas
Untuk memenuhi kebutuhan psikologis ini perawat atau
bidan yang merawatnya, semua petugas kesehatan yang berhubungan, keluarga,
harus bersikap dan bertindak bijaksana. Harus dapat menunjukkan rasa simpati,
mengakui, menghargai, menghormati tiap – tiap ibu sebagaimana adanya,
memperhatikan ibu dengan memberi ucapan selamat, misalnya, akan dapat
memberikan perasaan senang, sikap yang baik dari bidan, perawat, petugas
perawatan akan melahirkan hubungan antar manusia yang baik, antar petugas dan
penderita, antara penderita sendiri. Dengan adanya a good human relationship diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
psikologis ibu setelah melahirkan anak. (Ibrahim, C. S, 1993)
Menurut beberapa peneliti, menerima peran sebagai orang tua adalah suatu
proses yang terjadi dalam tiga tahap; (1) ketergantungan, (2)
ketergantungan-ketidaktergantungan, dan (3) saling ketergantungan.
a.
Tahap 1 ; ketergantungan. Bagi beberapa ibu baru tahap
ini terjadi pada hari ke-1 dan ke-2 setelah melahirkan. Rubin (1961)
menjelaskan bahwa hari tersebut merupakan fase “taking-in” (menerima), waktu
dimana ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan. Ia memfokuskan energinya
pada bayinya yang baru. Ia mungkin selalu membicarakan pengalaman melahirkan
berulang-ulang, “taking-in” merupakan fakta bagi perannya yang baru. Preokupasi
ini mempersempit persepsinya dan mengurangi kemampuan untuk berkonsentrasi pada
informasi baru. Perawat mungkin harus mengulang-ulang instruksi yang berikan
pada tahap ini.
b.
Tahap 2 ; ketergantungan-ketidaktergantungan. Tahap
kedua mulai pada sekitar hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada
minggu ke-4 sampai ke-5. Rubin menyebutnya sebagai fase “taking hold”. Sampai
hari ketiga ibu siap untuk menerima peran barunya dan belajar tentang semua
hal-hal baru. Namun demikian, tubuhnya mengalami perubahan yang sangat
signifikan. Sebagai akibat pengaruh hormonal yang sangat kuat, keluarlah ASI.
Uterus dan perineum terus dalam proses penyembuhan. Pasien menjadi keletihan.
Ketika ia kembali ke rumah, ia mungkin merasakannya lebih buruk lagi.
Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat
bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik
sehingga ia dapat istirahat dengan baik. Mekanisme pertahanan diri pasien
merupakan sumber penting selama fase ini karena post partum blues merupakan hal yang biasa terjadi. Layanan
kunjungan rumah oleh perawat sangat dianjurkan, terutama bagi ibu muda.
c.
Tahap tiga ; saling ketergantungan. Dimulai sekitar
minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran, sistem keluarga telah
menyesuaikan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh pasien telah sembuh,
perasaan rutinnya telah kembali, dan kegiatan hubungan seksualnya telah
dilakukan kembali. Keluarga besar (extended family) dan teman-teman, walaupun
sangat membantu sebagai sistem yang memberikan dukungan pada awalnya, tidak
lagi turut campur dalam interaksi keluarga, dan kegiatan sehari-hari telah
kembali dilakukan. Secara fisik ibu mampu untuk menerima tanggung jawab normal
dan tidak lagi menerima peran sakit. Tahap saling ketergantungan ini berlanjut
terus sampai terganggu oleh periode ketergantungan lain (Hammilton, P. M,
1995).
5.
Perawatan Masa Nifas
Dimasa lampau perawatan puerperium sangat konservatif, dimana puerpera
diharuskan tidur terlentang selama 40 hari. Dampak sikap demikian pernah
dijumpai di Surabaya,
terjadi adhesi antara labium minus dan labium mayus kanan dan kiri, dan telah
berlangsung hampir enam tahun.
Kini perawatan puerperium lebih aktif dengan dianjurkan untuk melakukan
“mobilisasi dini’. Perawatan mobilisasi dini mempunyai keuntungan :
a.
Melancarkan pengeluaran lochia, mengurangi infeksi
puerperium.
b.
Mempercepat involusi alat kandungan.
c.
Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga
mempercepat fungsi Asi dan pengeluaran sisa metabolisme.
Perawatan puerperium dilakukan dalam bentuk pengawasan sebagai berikut :
a.
Rawat gabung.
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama – sama sehingga ibu
lebih banyak memperhatikan bayinya, segera dapat memberikan Asi, sehingga
kelancaran pengeluaran Asi lebih terjamin.
b.
Pemeriksaan umum :
-
Kesadaran penderita.
-
Keluhan yang terjadi setelah persalinan.
c.
Pemeriksaan khusus :
-
Fisik : tekanan darah, nadi, dan suhu.
-
Fundus uteri : tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
-
Payudara; putting susu, pembengkakan atau stuwing Asi,
pengeluaran Asi
-
Lochia; lokia rubra, lokia sanguinolenta
-
Luka jahitan episiotomi; apakah baik atau terbuka,
apakah ada tanda – tanda infeksi (kolor, dolor, fungsiolaesa dan pernanahan) (Manuaba,
I. B. G, 1998).
B.
Konsep dasar asuhan keperawatan
Pada beberapa rumah sakit ibu dipindahkan langsung dari ruang persalinan
ke ruang pemulihan obstetri yang diperlengkapi dan memiliki staf untuk
memberikan perawatan intensif. Pada rumah sakit lain ibu dipindahkan ke ruang
post partumnya dimana perawat yang berpengalaman memberikan perawatan padanya
selama fase kritis. Bayi mungkin dirawat di ruang perawatan untuk diobservasi
selama periode atau sebagian periode ini. Pada pusat rumah bersalih pilihan ibu
dan bayi biasanya tetap dalam ruangan yang sama.
Asuhan keperawatan pada ibu bertujuan untuk mencegah infeksi,
meningkatkan penyembuhan jaringan, meningkatkan involusi uterus dan kenyamanan,
meningkatkan aktifitas istirahat, meningkatkan asupan makanan dan cairan yang
adekuat, meningkatkan pembentukan laktasi atau supresinya, meningkatkan pola
eliminasi normal, pencegahan isoimunisasi Rh pada ibu dengan resus negatif,
memenuhi kebutuhan belajar ibu, kebersihan diri, perawatan perineal dan
perawatan payudara. (Hammilton, P. M, 1995)
1.
Pengkajian.
Bila ibu telah dirawat di ruang pemulihan postpartum selama persalinan
kala IV, ia dapat dipindahkan ke unit perawatan post partum bila kondisinya
telah stabil.
Pengkajian awal meliputi pelaporan pada perawat penerima. Catatan pasien
ditinjau kembali untuk mendapatkan informasi dari catatan prenatal dan
persalinan yang akan mempengaruhi perawatan selanjutnya. Catatan prenatal dan
persalinan yang akan mempengaruhi perawatan selanjutnya. Catatan prenatal
mengingatkan tim pemberi asuhan tentang kemungkinan kebutuhan pasien untuk
vaksinasi rubella atau perlindungan ibu terhadap Rh isoimunisasi. Pemeriksaan
darah pusat janin memperjelas kebutuhan akan imunoglobulin.
Perawat mewawancarai pasien secara tidak formal untuk menentukan status
emosional, tingkat energi, letak dan derajat ketidaknyamanan, lapar, haus,
pengetahuannya terhadap perawatan diri dan perawatan bayi, dan apakah ia akan
menyusui bayinya atau memberikan susu botol. Faktor – faktor etik dan
kebudayaan seperti bahasa atau variasi diet dikaji karena mempengaruhi
perawatan dan pemulihan.
Pengkajian tanda – tanda vital, fundus, lokhia, kandung kemih,
asupan/haluaran, perineum dan episiotomi, payudara, eliminasi, dan status
emosional dibuat pada saat ini. Kecuali bila berkembang masalah, pemeriksaan
laboratorium jarang diresepkan. Pengkajian dilanjutkan setiap 4 sampai 8 jam
sampai pemulangan. (Hammilton, P. M, 1995).
2.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada ibu post partum (Tucker, S.
M, 1998) sebagai berikut :
a.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan aktif berkenaan dengan hemoragi pasca partum.
b.
Nyeri berhubungan dengan episiotomi, nyeri setelah
melahirkan, dan atau ketidaknyamanan payudara.
c.
Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan adanya
insisi dan atau laserasi.
d.
Resiko terhadap retensi perkemihan berhubungan dengan
trauma dan edema lanjut berkenaan dengan proses melahirkan.
e.
Konstipasi, berhubungan dengan nyeri episiotomi dan
hemoroid sekunder terhadap proses melahirkan.
f.
Resiko terhadap perubahan peran orang tua berhubungan
dengan transisi pada masa menjadi orang tua dan perubahan peran.
g.
Situasi harga diri rendah dalam respon terhadap
perasaan ketidakadekuatan berkenaan dengan tanggung jawab peran orang tua yang
berhubungan dengan pengalaman melahirkan.
h.
Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang
informasi tentang perawatan pasca partum.
3.
Perencanaan Keperawatan
a.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan aktif berkenaan dengan hemoragi pasca partum.
1)
Tujuan :
a)
Pasien tidak menjadi hipovolemik sebagai akibat dari
kehilangan darah berlebihan.
b)
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
2)
Rencana Tindakan:
a)
Periksa fundus, kondisi episiotomi, lochia dan tingkat
kesadaran 15 menit sampai stabil kemudian setiap empat sampai 8 jam.
b)
Bila fundus lunak massase sampai keras.
c)
Ajarkan ibu massase sendiri terhadap fundus uterus.
d)
Ganti pembalut perineal setiap 30 menit.
e)
Pertahan cairan parenteral dengan oksitosin sesuai
pesanan.
f)
Ukur masukan dan haluaran selama 24 jam.
b.
Nyeri berhubungan dengan episiotomi, nyeri setelah
melahirkan, dan atau ketidaknyamanan payudara.
1)
Tujuan :
a.
Nyeri hilang atau minimal.
b.
Fundus uterus keras dan bebas nyeri.
c.
Mampu mendemonstrasikan perawatan payudara tepat.
2)
Rencana Tindakan:
a)
Instruksikan ibu untuk mengerutkan bokong bersama bila
duduk bila episiotomi nyeri saat ambulasi
b)
Pertahankan selimut hangat.
c)
Antisipasi kebutuhan terhadap penghilang nyeri.
d)
Berikan obat nyeri sesuai pesanan dan dokumentasi
keefektivan.
e)
Anjurkan ibu untuk menggunakan teknik relaksasi yang
dipelajari pada persalinan untuk nyeri setelah melahirkan selama menyusui.
c.
Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan adanya
insisi dan atau laserasi.
1)
Tujuan : episiotomi pasien dan atau laserasi sembuh
tanpa infeksi dibuktikan dengan tak ada edema dan drainase.
2) Rencana
Tindakan:
a)
Instruksikan pasien pada perawatan perineal.
b)
Ubah permbalut perineal dari depan kebelakang setelah
setiap eliminasi.
c)
Observasi kondisi episiotomi atau laserasi.
d)
Perhatikan terhadap peningkatan suhu atau perubahan
tanda vital.
e)
Perhatikan dan laporkan adanya drainase bau busuk.
f)
Berikan antibiotik sesuai pesanan.
d.
Resiko terhadap retensi perkemihan berhubungan dengan
trauma dan edema lanjut berkenaan dengan proses melahirkan.
1)
Tujuan :
a.
Tidak mengalami distensi kandung kemih.
b.
Berkemih setelah melahirkan.
2)
Rencana Tindakan:
a)
Hindari distensi kandung kemih.
b)
Anjurkan berkemih 6 sampai 8 jam setelah melahirkan.
c)
Anjurkan cairan setiap hari sampai 3000 ml.
d)
Berikan tehnik untuk membantu berkemih sesuai kebutuhan
e.
Konstipasi, berhubungan dengan nyeri episiotomi dan
hemoroid sekunder terhadap proses melahirkan.
1)
Tujuan : Pasien defekasi dengan ketidaknyamanan
minimal.
2)
Rencana Tindakan:
a)
Jamin masukan cairan adekuat.
b)
Berikan pelunak faeces atau laksativ sesuai pesanan.
c)
Anjurkan pasien untuk ambulasi sesuai toleransi.
d)
Pertahankan diet reguler, tingkatkan jumlah buah dan
makanan kasar.
e)
Sprei atau salep anastesik diberikan pada daerah
perianal.
f.
Resiko terhadap perubahan peran orang tua berhubungan
dengan transisi pada masa menjadi orang tua dan perubahan peran.
1)
Tujuan :
a.
Ibu dapat merawat bayi adekuat
b.
Memberikan lingkungan optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
2)
Rencana tindakan:
a)
Tutupi ibu dan bayi pada tempat tidur yang sama di
bawah selimut penghangat.
b)
Bantu dalam menggendong dan menginspeksi bayi sesegera
mungkin.
c)
Izinkan ibu untuk dekat bayi di tepi tempat tidur.
d)
Penuhi kebutuhan ibu selama melewati fase.
e)
Hindari mengintervensi antara ibu dan bayi.
g.
Situasi harga diri rendah dalam respon terhadap
perasaan ketidakadekuatan berkenaan dengan tanggung jawab peran orang tua yang
berhubungan dengan pengalaman melahirkan.
1)
Tujuan : ibu memperlihatkan penilaian emosi efektif dan
harga diri sehat dibuktikan dengan pernyataan positif tntang diri dan tentang
kemampuan untuk merawat bayi.
2)
Rencana tindakan:
a)
Anjurkan diskusi masalah nyata dan yang dirasakan.
b)
Bantu ibu memastikan kenyataan persalinannya dan
pengalaman melahirkan.
c)
Berikan keyakinan mengenai kemampuannya sebagai ibu.
d)
Bantu pasien menerima luapan dan penurunan emosi dari
periode pascapartum dan jelaskan bahwa perasaan ini dan perubahan umum selama
waktu ini.
e)
Anjurkan periode istirahat selama sehari.
f)
Berikan ksempatan pada orang tua dan atau orang
terdekat dalam interaksi dan merawat bayi.
h
Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang
informasi tentang perawatan pasca partum.
1)
Tujuan : Pasien mengungkapkan dan memperlihatkan
pemahaman perawatan diri pasca partum dan perawatan bayi.
2)
Intervensi :
a.
Demonstrasikan perawatan payudara dan ekspresi manual
bila ibu menyusui.
b.
Tekankan pentingnya diet nutrisi.
c.
Jelaskan perlunya periode istirahat terencana
d.
Jelaskan perlunya pembersihan dengan cermat pada bagian
perineal.
e.
Berikan perawatan diri perineal
4.
Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi mencakup pelaksanaan
intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan dan
masalah – masalah kolaboratif pasien serta memenuhi kebutuhan pasien.
Fase implementasi dari proses
keperawatan diakhiri ketika intervensi keperawatan sudah diselesaikan dan
respons pasien terhadap intervensi tersebut sudah dicatat. Pencatatan dibuat
secara ringkas, jelas, dan objektif dan memenuhi kriteria :
a.
Pencatatan menunjukkan diagnosa keperawatan dan masalah
– masalah kolaboratif.
b.
Pencatatan menggambarkan intervensi keperawatan dan
respons pasien terhadap intervensi tersebut.
c.
Pencatatan mencakup semua data tambahan yang relevan(Brunner,
dkk, 2001).
5.
Evaluasi.
Evaluasi adalah penentuan dari respons pasien terhadap
intervensi keperawatan dan sejauhmana tujuan sudah dicapai (Brunner, dkk, 2001)
Evaluasi pada klien post partum meliputi :
a.
Pasien tidak mengalami hipovolemik sebagai akibat dari
kehilangan darah berlebihan, tanda vital dalam batas normal.
b.
Pasien menyebutkan nyeri hilang atau minimal, fundus
uterus keras dan bebas nyeri, mampu mendemonstrasikan perawatan payudara tepat.
c.
Episiotomi pasien dan/atau laserasi sembuh tanpa bukti
infeksi dibuktikan dengan tak ada edema dan drainase.
d.
Pasien tidak mengalami distensi kandung kemih, berkemih
setelah melahirkan.
e.
Pasien defekasi dengan ketidaknyamanan minimal.
f.
Ibu mendemonstrasikan penilaian emosi efektif dan harga
diri sehat dibuktikan dengan pernyataan positif tentang diri dan tentang
kemampuan untuk merawat bayi.
g.
Pasien mendemonstrasikan dan mengungkapkan pemahaman
perawatan diri dan pascapartum dan perawatan bayi (Tucker, S. M, 1998).