TALASEMIA
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana
terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut
karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia); dan kelainan hemoglobin ini karena adanya
gangguan pembentukan yang disebabkan oleh :
1.
Gangguan strukturlal
pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misalnya pada Hb S, Hb F, Hb D
dan sebagainya.
2.
Gangguan jumlah (salah satu /
beberapa) rantai globin seperti pada talasemia.
Kedua kelainan ini sering dijumpai bersama-sama pada
seorang pasien seperti talasemia Hb S atau talasemia Hb F. penyakit ini banyak
dijumpai di Indonesia
bahkan dikatakan merupakan yang paling banyak penderitanya dari pasien penyakit
darah lain.
Secara klinik telasemia dibagi menjadi 2 golongan sebagai berikut :
1.
Talasemia mayor, memberikan
gejala klinik jelas.
2.
Talasemia minor, biasanya tidak
memberikan gejala klinik
Komplikasi :
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal
jantung. Transfuse darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan
kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun di dalam jaringan tubuh
seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan
gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah rupture
akibat trauma yang ringan saja. Kadang-kadang talasemia disertai tanda
hipersplenisme seperti leucopenia dan trombositopenia. Kematian terutama
disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Gambaran Klinik :
Pada talasemia mayor gejala kelinik telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun. Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat,
perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang. Pada anak yang
besar sering di jumpai adanya gizi buruk, perut membuncit, karena adanya
pembesaran limpa dan hati tersebut mempengaruhi gerak si pasien karena
kemampuannya terbatas. Limpa yang membesar ini akan mudah rupture hanya karena
trauma ringan saja.
Gejala lain (khas) ialah bentuk muka yang mongoloid,
hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang
dahi juga lebar. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan perkembangan tulang
muka dan tengkorak. (Gambaran Radiologis tulang memperlihatkan medulla yang lebar,
korteks tipis dan trabekula kasar).
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah
sering mendapat transfuse darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat
penimbunan besi dalam jaringan kulit.
Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh
seperti pada hepar, limpa, jantung akan mengakibatkan gangguan faal alat-alat
tersebut (hemokromatosis).
Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan laboratorium
Hasil hapusan darah tepi didapatkan gambaran
anisositosis, hipokromi, poikiositosis, sel target (fragmentosiy dan banyak sel
normoblas). Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap
besi (IBC) menjadi rendah dapat mencapai nol. Hemoglobin pasien mengandung Hb F
yang tinggi biasanya lebih dari 30 %. Kadang-kadang ditemukan juga hemoglobin
patologik. Di indinesia kira-kira 45 % pasien talasemia juga mempunyai Hb E.
Pada umumnya pasien dengan talasemia Hb E maupun Hb S secara klinik lebih
ringan dari talasemia mayor. Biasanya mereka baru dating berobat ke dokter pada
umur 4 – 6 tahun.; sedangkan talasemia mayor gejala telah nampak sejak umur 3
bulan.
Penatalaksanaan medik
Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan
pasien talasemia. Transfuse darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali
(kurang darin 6 g % ) atau bila anak terlihat lemah tak ada nafsu makan.
Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari umur
2 tahun sebelum terjadi pembesaran limpa atau hemosiderodsis. Disamping itu
diberikan berbagai vitamin tetapi preparat yang mengandung besi tidak boleh.
Keperawatan
Pada dasarnya perawatan pasien talasemia sama dengan
pasien anemia lainya, yaitu memerlukan perawatan tersendiri dan perhatian
lebih.
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan
nutrisi (pasien menderita anoreksia), resiko terjadi komplikasi akibat
transfuse yang berulang-ulang, gangguaj rasa aman dan nyaman, dan kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
2.
Resiko terjadi komplikasi
akibat transfuse darah
3.
Gangguan psikososial dan rasa
aman / nyaman.
4.
Kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit
No comments:
Post a Comment