Tuesday 23 October 2012

askep jiwa NAPZA by junaedy


A.    PENGERTIAN
NAPZA yaitu zat yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi susunan syaraf pusat (SSP) sehingga menimbulkan perubahan aktivitas mental, emosional, dan perilaku penggunanya dan sering menyebabkan ketagihan dan ketergantungan terhadap zat tersebut. Yang termasuk dalam NAPZA adalah Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya.
1.         Narkoba
Menurut UU RI No.22 / 1997, Narkoba adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
            Narkotika terdiri dari 3 golongan, yaitu :
a.        Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin, Kokain, Ganja.
b.        Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin.
c.        Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein.
2.         Alkohol
Secara umum, alkohol adalah segala jenis minuman yang mengandung etil alkohol (etanol), hipnotik-sedatif yang memabukkan dalam minuman keras yang beragi dan telah disuling. Minuman tersebut, dapat dibuat secara sintetis stsu alamiah melalui fermentasi buah-buahan, sayur-sayuran atau padi-padian. Pada dosis rendah, alkohol dapat berfungsi sebagai stimulan, sedang untuk dosis tinggi, ia dapat membuat kita setengah sadar. Dan ambang batas kadar alkohol darah yang diperbolehkan yaitu : 0 – 0,08%.
3.         Psikotropika
Menurut UU RI No.5 / 1997, Psikotropika adalah zat atau obat, baik  alamiah  maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.


Psikotropika terdiri dari 4 golongan, yaitu :
a.         Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi.
b.         Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Amphetamine.
c.         Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital.
d.    Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam.
4.         Zat Adiktif Lainnya
Yang termasuk Zat Adiktif lainnya adalah bahan / zat yang berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika, melalui :
a.         Minuman Alkohol : Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika dan Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam tubuh manuasia. Ada 3 golongan minuman beralkohol :
1)        Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % (Bir).
2)        Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % (Berbagai minuman anggur).
3)   Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % (whisky, Vodka, Manson House, Johny Walker ).
b.         Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organic, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahguanakan adalah Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku, Bensin.
c.         Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas dimasyarakat. Dalam upaya penanggulangan NAPZA dimasyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang berbahaya.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA dapat digolongkan menjadi 3 golongan :
1)        Golongan Depresan (Downer) adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional. Jenis ini membuat pemakainya menjadi tenang dan bahkan membuat tertidur bahkan tak sadarkan diri. Contohnya : Opioda (Morfin, Heroin, Codein), Sedative (penenang), Hipnotik (obat tidur) dan Tranquilizer (anti cemas).
2)        Golongan Stimulan (Upper) adalah jenis NAPZA yang merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Contoh : Amphetamine (shabu, Ekstasi), Kokain.
3)        Golongan Halusinogen adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan, pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Contoh : Kanabis (ganja).
Penyalahgunaan NAPZA adalah suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan oleh penggunaan yang terus menerus sampai terjadi masalah. NAPZA tersebut bekerja didalam tubuh yang mempengaruhi terjadinya perubahan : perilaku, alam perasaan, memori, proses pikir, kondisi fisik individu yang menggunakannya.
Penyalahgunaan NAPZA ini dapat mengalami kondisi lanjut yaitu : “Ketergantungan NAPZA”, yang dimaksud dengan ketergantungan NAPZA adalah suatu kondisi yang cukup berat dan parah, sehingga mengalami sakit yang cukup berat. Kondisi ini juga ditandai dengan adanya “Ketergantungan Fisik” yaitu Sindroma putus zat dan toleransi.
Sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana individu yang menggunakan NAPZA menurunkan atau menghentikan penggunaan NAPZA yang biasa digunakannya, akan menimbulkan gejala kebutuhan Biologik terhadap NAPZA. Toleransi adalah suatu kondisi klien yang menggunakan NAPZA memerlukan peningkatan jumlah NAPZA yang dikonsumsi untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.

B.     RENTANG RESPON
Beberapa macam NAPZA secara alamiah ada di dalam tubuh individu. Zat ini berguna bagi tubuh untuk kebutuhan hidup sehari-hari, seperti : melakukan aktivitas fisik, meditasi, kadar NAPZA ini selalu dalam keadaan seimbangdi dalam tubuh individu. Apabila individu mengkonsumsi NAPZA seperti : tembakau, cafein, alcohol, obat-obatan yang legal, obat terlarang dengan penggunaan jarang, maka akan terjadi peningkatan kadar NAPZA tersebut didalam tubuh. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan kimiawi tubuh, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang lazim disebut klien dalam keadaan “Intoksikasi”. Kondisi yang lebih lanjut bila individu menggunakan NAPZA sering sekali, tidak mampu dikontrol lagi, mengakibatkan Ketegantungan Fisik : Sindroma putus zat dan toleransi. Dibawah ini dapat dilihat dalam Rentang Respon Kimiawi Tubuh.


 Respons Adatif                                                               Respons Maladatif


Tinggi alamiah       Penggunaan jarang            Penggunaan         Ketergantungan
aktifitas fisik,         dari : nikotin, kafein,         sering dari :          penyalahgunaan,
meditasi                 alkohol, obat yang             nikotin, kafein,    gejala putus zat,
                               diresepkan,obat                 alkohol, obat        toleransi
                               terlarang                             yang
                                                                         diresepkan,
                                                                         obat terlarang     

Rentang Respons Penggunaan Zat

       Respon adaptif                                                             Respon maladaptif
 

1.        Penggunaan zat adiktif secara eksperimental ialah:
Kondisi penggunaan pada taraf awal, disebabkan rasa ingin tahu, ingin memiliki pengalaman yang baru, atau sering dikatakan taraf coba- coba.
2.        Penggunaan zat adiktif secara rekreasional ialah:
Mengunakan zat pada saat berkumpul bersama-sama dengan teman sebaya, yang bertujuan untuk rekreasi bersama teman sebaya.
3.        Penggunaan zat adiktif secara situasional ialah:
Orang yang menggunakan zat mempunyai tujuan tertentu secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya sendiri, seringkali penggunaan zat ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapinya. Biasanya digunakan pada saat sedang konflik, stress, frustasi.
4.        Penyalahgunaan zat adiktif  ialah:
Penggunaan zat yang sudah bersifat patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, paling tidak sudah berlangsung selama 1 bulan, dan terjadi penyimpangan perilaku dan mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial dan pendidikan.
5.        Ketergantungan zat adiktif ialah:
Penggunaan zat yang cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai oleh adanya toleransi dan sindroma putus zat. Yang dimaksud sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana orang yang biasa menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu berhenti menggunakan atau menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan, sehingga menimbulkan gejala pemutusan zat. Eksperimen : obat digunakan untuk bersenang-senang dan memuaskan keingintahuan atau bereksperimen dengan merasakan sendiri.

C.    PENATALAKSANAAN
1.    Penatalaksanaan Umum
Sebagaimana pada penderita gangguan psikiatri pada umumnya, maka penatalaksanaan penderita gangguan yang berhubungan dengan zat hamper sama hanya perlu kita ingat bahwa pada gangguan yang berhubungan dengan zat (GBZ) perlu diperhatikan masalah fisiknya, mengingat dampak penyalahgunaan zat akan dapat menimbulkan masalah fisik yang cukup serius.
Bilamana pasien dengan atau dicurigai menderita gangguan yang berhubungan dengan zat dating pada kita, hal yang perlu kita lakukan adalah :
a.       Menggolongkan apakah pasien ini masuk dalam kondisi gawat darurat atau tidak.
b.      Menanyakan mengenai zat yang digunakan sambil mengamati keadaan klinisnya.
c.       Bila pasien tidak dapat menyebutkan zat yang digunakannya secara tepat, sebaiknya dilakukan pemeriksaan urinalisasi sesuai kondisi klinis yang ditemukan.
d.      Hendaknya dalam wawancara kita harus betul-betul yakin dengan data yang kita peroleh, mengingat perilaku pasien yang sering manipulatif.
e.       Bila kita anggap data yang kita perlukan sudah memenuhi untuk membuat diagnosis dan terapi, pasien dapat diterapi sesuai kondisi klinisnya.
2.    Penatalaksanaan Khusus
-            Gawat Darurat
Dalam penatalaksanaan khusus, pasien yang memenuhi criteria sebagai pasien gawat darurat harus diobservasi dan diterapi pada unit gawat darurat.
-            Rawat Jalan
Pasien yang dilayani pada poliknik rawat jalan adalah pasien yang kondisinya tenang, dalam rawat jalan sebaiknya dilakukan suatu prosedur awal pemeriksaan. Hal ini agar memudahkan terapi memberikan terapi sesuai yang dibutuhkan pasien. Untuk terapi medis rawat jalan pada umumnya tidak banyak berbeda dengan rawat inap, hanya perlu dipertimbangkan pemberian obat-obatan yang memberikan efek sedasi minimal terutama bagi mereka yang memerlukan aktifitas.
-            Rawat Inap
Kriteria / indikasi pasien rawat inap sudah disebutkan beberapa diatas, dalam rawat inap terapi yang dilaksanakan pada umumnya merupakan program detoksifikasi (lepas racun) pada pasien dengan sindroma putus zat dan pemulihan secara fisik. Setelah program detoksifikasi dapat dilanjutkan dengan program pra rehabilitasi selama ± 1 bulan. Dibawah ini akan dibahas beberapa penatalaksanaan detoksifikasi pada gangguan yang berhubungan dengan zat psikoaktif.

No comments:

Post a Comment