A. PENGERTIAN
NAPZA yaitu zat yang apabila
masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi susunan syaraf pusat (SSP)
sehingga menimbulkan perubahan aktivitas mental, emosional, dan perilaku
penggunanya dan sering menyebabkan ketagihan dan ketergantungan terhadap zat
tersebut. Yang termasuk dalam NAPZA adalah Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan
Zat Adiktif Lainnya.
1.
Narkoba
Menurut UU RI No.22 / 1997,
Narkoba adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
Narkotika
terdiri dari 3 golongan, yaitu :
a.
Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin,
Kokain, Ganja.
b.
Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan,
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin.
c.
Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh
: Codein.
2.
Alkohol
Secara umum, alkohol adalah
segala jenis minuman yang mengandung etil alkohol (etanol), hipnotik-sedatif
yang memabukkan dalam minuman keras yang beragi dan telah disuling. Minuman
tersebut, dapat dibuat secara sintetis stsu alamiah melalui fermentasi buah-buahan,
sayur-sayuran atau padi-padian. Pada dosis rendah, alkohol dapat berfungsi
sebagai stimulan, sedang untuk dosis tinggi, ia dapat membuat kita setengah
sadar. Dan ambang batas kadar alkohol darah yang diperbolehkan yaitu : 0 –
0,08%.
3.
Psikotropika
Menurut UU RI No.5 / 1997,
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Psikotropika terdiri dari 4 golongan, yaitu :
a.
Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Ekstasi.
b.
Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh :
Amphetamine.
c.
Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh :
Phenobarbital.
d. Golongan
IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam.
4.
Zat Adiktif Lainnya
Yang termasuk Zat Adiktif
lainnya adalah bahan / zat yang berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika dan
Psikotropika, melalui :
a.
Minuman Alkohol : Mengandung etanol etil alkohol, yang
berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian dari
kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan bersamaan
dengan Narkotika dan Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam
tubuh manuasia. Ada
3 golongan minuman beralkohol :
1)
Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % (Bir).
2)
Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % (Berbagai minuman
anggur).
3)
Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % (whisky, Vodka,
Manson House, Johny Walker ).
b.
Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut)
mudah menguap berupa senyawa organic, yang terdapat pada berbagai barang
keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering
disalahguanakan adalah Lem, Tiner, Penghapus Cat Kuku, Bensin.
c.
Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin
sangat luas dimasyarakat. Dalam upaya penanggulangan NAPZA dimasyarakat,
pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari
upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk
penyalahgunaan NAPZA lain yang berbahaya.
Berdasarkan efeknya terhadap
perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA dapat digolongkan menjadi 3 golongan :
1)
Golongan Depresan (Downer) adalah jenis NAPZA yang
berfungsi mengurangi aktifitas fungsional. Jenis ini membuat pemakainya menjadi
tenang dan bahkan membuat tertidur bahkan tak sadarkan diri. Contohnya : Opioda
(Morfin, Heroin, Codein), Sedative (penenang), Hipnotik (obat tidur) dan
Tranquilizer (anti cemas).
2)
Golongan Stimulan (Upper) adalah jenis NAPZA yang
merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat
pemakainya menjadi aktif, segar dan bersemangat. Contoh : Amphetamine (shabu,
Ekstasi), Kokain.
3)
Golongan Halusinogen adalah jenis NAPZA yang dapat
menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan, pikiran dan
seringkali menciptakan daya pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan
dapat terganggu. Contoh : Kanabis (ganja).
Penyalahgunaan NAPZA adalah
suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan oleh penggunaan yang terus menerus
sampai terjadi masalah. NAPZA tersebut bekerja didalam tubuh yang mempengaruhi
terjadinya perubahan : perilaku, alam perasaan, memori, proses pikir, kondisi
fisik individu yang menggunakannya.
Penyalahgunaan NAPZA ini
dapat mengalami kondisi lanjut yaitu : “Ketergantungan NAPZA”, yang dimaksud
dengan ketergantungan NAPZA adalah suatu kondisi yang cukup berat dan parah, sehingga
mengalami sakit yang cukup berat. Kondisi ini juga ditandai dengan adanya
“Ketergantungan Fisik” yaitu Sindroma putus zat dan toleransi.
Sindroma putus zat adalah
suatu kondisi dimana individu yang menggunakan NAPZA menurunkan atau
menghentikan penggunaan NAPZA yang biasa digunakannya, akan menimbulkan gejala
kebutuhan Biologik terhadap NAPZA. Toleransi adalah suatu kondisi klien yang
menggunakan NAPZA memerlukan peningkatan jumlah NAPZA yang dikonsumsi untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki.
B. RENTANG
RESPON
Beberapa macam NAPZA secara
alamiah ada di dalam tubuh individu. Zat ini berguna bagi tubuh untuk kebutuhan
hidup sehari-hari, seperti : melakukan aktivitas fisik, meditasi, kadar NAPZA
ini selalu dalam keadaan seimbangdi dalam tubuh individu. Apabila individu
mengkonsumsi NAPZA seperti : tembakau, cafein, alcohol, obat-obatan yang legal,
obat terlarang dengan penggunaan jarang, maka akan terjadi peningkatan kadar
NAPZA tersebut didalam tubuh. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan
kimiawi tubuh, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang lazim
disebut klien dalam keadaan “Intoksikasi”. Kondisi yang lebih lanjut bila
individu menggunakan NAPZA sering sekali, tidak mampu dikontrol lagi,
mengakibatkan Ketegantungan Fisik : Sindroma putus zat dan toleransi. Dibawah
ini dapat dilihat dalam Rentang Respon Kimiawi Tubuh.
Respons Adatif
Respons Maladatif
Tinggi alamiah Penggunaan
jarang Penggunaan Ketergantungan
aktifitas fisik, dari
: nikotin, kafein, sering dari : penyalahgunaan,
meditasi alkohol,
obat yang nikotin, kafein, gejala putus zat,
diresepkan,obat alkohol, obat toleransi
terlarang yang
diresepkan,
obat
terlarang
Rentang Respons Penggunaan Zat
Respon
adaptif Respon maladaptif
1.
Penggunaan
zat adiktif secara eksperimental ialah:
Kondisi penggunaan pada taraf
awal, disebabkan rasa ingin tahu, ingin memiliki pengalaman yang baru, atau
sering dikatakan taraf coba- coba.
2.
Penggunaan
zat adiktif secara rekreasional ialah:
Mengunakan zat pada saat berkumpul bersama-sama
dengan teman sebaya, yang bertujuan untuk rekreasi bersama teman sebaya.
3.
Penggunaan
zat adiktif secara situasional ialah:
Orang yang menggunakan zat
mempunyai tujuan tertentu secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi
dirinya sendiri, seringkali penggunaan zat ini merupakan cara untuk melarikan
diri atau mengatasi masalah yang dihadapinya. Biasanya digunakan pada saat
sedang konflik, stress, frustasi.
4.
Penyalahgunaan
zat adiktif ialah:
Penggunaan zat yang sudah
bersifat patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, paling tidak sudah
berlangsung selama 1 bulan, dan terjadi penyimpangan perilaku dan mengganggu
fungsi dalam peran di lingkungan sosial dan pendidikan.
5.
Ketergantungan
zat adiktif ialah:
Penggunaan
zat yang cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis.
Ketergantungan fisik ditandai oleh adanya toleransi dan sindroma putus zat.
Yang dimaksud sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana orang yang biasa
menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu berhenti menggunakan atau
menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan, sehingga menimbulkan gejala
pemutusan zat. Eksperimen :
obat digunakan untuk bersenang-senang dan memuaskan keingintahuan atau
bereksperimen dengan merasakan sendiri.
C. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan
Umum
Sebagaimana pada penderita
gangguan psikiatri pada umumnya, maka penatalaksanaan penderita gangguan yang
berhubungan dengan zat hamper sama hanya perlu kita ingat bahwa pada gangguan
yang berhubungan dengan zat (GBZ) perlu diperhatikan masalah fisiknya,
mengingat dampak penyalahgunaan zat akan dapat menimbulkan masalah fisik yang
cukup serius.
Bilamana pasien dengan atau
dicurigai menderita gangguan yang berhubungan dengan zat dating pada kita, hal
yang perlu kita lakukan adalah :
a. Menggolongkan
apakah pasien ini masuk dalam kondisi gawat darurat atau tidak.
b. Menanyakan
mengenai zat yang digunakan sambil mengamati keadaan klinisnya.
c. Bila
pasien tidak dapat menyebutkan zat yang digunakannya secara tepat, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan urinalisasi sesuai kondisi klinis yang ditemukan.
d. Hendaknya
dalam wawancara kita harus betul-betul yakin dengan data yang kita peroleh,
mengingat perilaku pasien yang sering manipulatif.
e. Bila
kita anggap data yang kita perlukan sudah memenuhi untuk membuat diagnosis dan
terapi, pasien dapat diterapi sesuai kondisi klinisnya.
2. Penatalaksanaan
Khusus
-
Gawat Darurat
Dalam penatalaksanaan
khusus, pasien yang memenuhi criteria sebagai pasien gawat darurat harus
diobservasi dan diterapi pada unit gawat darurat.
-
Rawat Jalan
Pasien yang dilayani pada
poliknik rawat jalan adalah pasien yang kondisinya tenang, dalam rawat jalan
sebaiknya dilakukan suatu prosedur awal pemeriksaan. Hal ini agar memudahkan
terapi memberikan terapi sesuai yang dibutuhkan pasien. Untuk terapi medis
rawat jalan pada umumnya tidak banyak berbeda dengan rawat inap, hanya perlu
dipertimbangkan pemberian obat-obatan yang memberikan efek sedasi minimal
terutama bagi mereka yang memerlukan aktifitas.
-
Rawat Inap
Kriteria / indikasi pasien
rawat inap sudah disebutkan beberapa diatas, dalam rawat inap terapi yang
dilaksanakan pada umumnya merupakan program detoksifikasi (lepas racun) pada
pasien dengan sindroma putus zat dan pemulihan secara fisik. Setelah program
detoksifikasi dapat dilanjutkan dengan program pra rehabilitasi selama ± 1
bulan. Dibawah ini akan dibahas beberapa penatalaksanaan detoksifikasi pada
gangguan yang berhubungan dengan zat psikoaktif.
No comments:
Post a Comment